Penulis: Moh Syahri
Atorcator.Com - Islam menempatkan keragaman dan perbedaan sebagai Sunnatullah kehidupan. Seperti halnya dalam diri seseorang , terdapat keanekaragaman, adanya mata, hidung, mulut, telinga, kaki, tangan, jantung dan lain-lain. Unsur-unsur fisik ini bisa bekerjasama dan saling melengkapi sehingga aktivitas kehidupan dapat kita jalani dengan penuh seimbang. Sama halnya dengan manusia yang satu dengan manusia yang lainnya.
Tidak bisa kita bayangkan seandainya fisik ini diciptakan hanya dengan satu model yang sama seperti warna kulit yang sama, wajah yang sama, pemikiran yang sama dan bahasa yang sama. Bagaimana mungkin kita bisa membedakan antara orang yang satu dengan orang lainnya. Sementara kita masih belum mampu menembus penglihatan mata dari ujung timur ke ujung barat.
Peran yang sangat vital dan sangat diharapkan oleh bangsa ini adalah peran penghafal Alquran. Diakui atau tidak, saat ini banyak orang-orang yang mengunakan ayat-ayat jihad dimaknai sebagai ayat perang yang berorientasi pada kekerasan. Oleh karenanya, memahami ayat jihad sangatlah penting di negara yang majemuk ini, terlebih bagi mereka yang hanya sekadar hafal Alquran tapi tak paham dengan isinya dan realitas kehidupan yang ada di Indonesia.
Kenapa saya mengangkat judul seperti itu? Terus terang saja, bahwa saat ini, sudah mulai banyak bermunculan pejuang Islam yang seakan-akan memperjuangkan Islam tapi justru merusak kehormatan dan kemuliaan Islam itu sendiri. Seolah-olah mengamalkan alquran tapi justru keluar dari esensi Alquran yang sebenarnya. Kenapa bisa demikian, karena mereka hanya mampu mentekstualisasikan Alquran tapi tak mampu mengkontestualisasikan Alquran. Maka pemahaman yang mereka sampaikan cenderung pada pemahaman teks saja tidak pada konteks.
Di sinilah ruang dan bibit-bibit terorisme radikalisme mudah masuk dan menjelma menjadi manusia pejuang alquran tapi sikap dan tindakannya tidak mencerminkan Alquran. Mengaku paling islami tapi cara dan tindakannya tidak islami.
Alquran seharusnya tidak hanya sekadar bersuara di mulut tapi harus bersuara di kehidupan sehari-hari. Tidak hanya sampai pada tenggorokan saja, tapi harus mampu menusuk hati sehingga muncul pemahaman dan aksi yang berorientasi pada 'kasih dan sayang' kepada sesama.
Belajar dan menghafal Alquran harus mampu memberikan kesejukan rohani dan jasmani yang tidak hanya dirasakan oleh dirinya sendiri tetapi juga dirasakan oleh banyak orang. Munculnya rasa kasih sayang tidak lepas dari apa yang ia pahami dari Alquran itu sendiri.
Oleh karenanya, memahami Alquran termasuk bagian dari memahami nilai-nilai Pancasila, dan memahami Pancasila termasuk bagian dari memahami nilai-nilai Alquran karena Alquran merupakan sumber ajaran pancasila. Nilai-nilai Pancasila banyak terkandung di dalam Alquran.
Sebagai orang yang mengetahui ajaran islam, termasuk mencintai Alquran, mereka pasti meyakini bahwa keberadaan alam semesta ini bukti keberadaan tuhan. Ini salah satu bukti keselarasan dengan Pancasila 'ketuhanan yang maha esa'.
Alquran pun dengan tegas dan jelas mengajarkan kita untuk berlaku adil dan beradab kepada siapapun. Dan menyeru kepada persatuan dan kesatuan. Karena persatuan dan kesatuan akan mengokohkan tembok kebangsaan, seperti bagaimana seharusnya bersatu dalam merawat persaudaraan antar umat manusia, tanpa harus membeda-bedakan suku, agama, dan budaya. Jika semua sudah bersatu, persaudaraan terus dirawat tanpa harus saling mencurigai satu sama lain maka stabilitas dan keamanan bangsa dan negara pasti akan baik, aman dan tentram. Hubungan kemanusiaan pun akan lebih terasah.
Dan yang tak kalah penting adalah dalam Alquran pun Islam mengutamakan musyawarah untuk mencapai mufakat agar terhindar dari keegoisan dan fanatisme sektoral.
Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia adalah keniscayaan yang harus dilakukan oleh siapapun termasuk oleh pemerintah dan pejabat-pejabat yang lain untuk mencapai kemaslahatan umat.
تَصَرُّفُ اْلإمَامِ عَلَى الرَّعِيَّةِ مَنُوْطٌا بِالْمَصْلَحَةِ
”Tindakan penguasa terhadap rakyat harus terarah untuk mencapai kemaslahat.
Pancasila adalah suara alquran. Tulisan ini hendak mengajak hafidz alquran agar supaya tidak hanya sekadar hafal saja tapi paham apa isi dan substansi yang ada di dalam Alquran. Dan juga mampu memahami Pancasila dan mensinergikan Pancasila dengan nilai-nilai yang terkandung dalam Alquran.
Banyaknya instansi yang memiliki orientasi untuk penghafal Alquran menunjukkan semangatnya dalam memperjuangkan Islam, karena bukan sesuatu yang tidak mungkin jika pahala hafidz Alquran benar-benar besar dan mulia. Namun perlu diingat juga, bahwa banyak hadis yang juga memperingatkan penghafal Alquran. Dan pastinya hadis ini tidak ada maksud melarang menghafal Alquran hanya saja mengingatkan bahaya dan tantangan hafidz Alquran. Karena setiap sesuatu pasti ada tantangan dan risikonya.
Diriwayatkan dari Hudzaifah, bahwa suatu ketika Rasululah Saw bersabda: “Sesungguhnya yang paling aku takutkan atas kalian adalah seseorang yang membaca Alquran, hingga terlihat kebesaran Alquran pada dirinya. Dia senantiasa membela Islam. Kemudian ia mengubahnya, lantas ia terlepas darinya. Ia mencampakkan Alquran dan pergi menemui tetangganya dengan membawa pedang dan menuduhnya syirik. Saya (Hudzaifah) bertanya: “Wahai Nabi Allah, siapakah diantara keduannya yang lebih berhak atas kesyirikannya, yang dituduh ataukah yang menuduh?” Beliau menjawab: “yang menuduh”. [HR. Bazzar].
Pemahaman terhadap Alquran benar-benar sangat dibutuhkan saat ini. Jika kita belum paham arti yang sebenarnya dalam Alquran jangan memaksakan diri untuk memahaminya.
Mari kita buat Alquran sebagai petunjuk dan pedoman bagi kehidupan yang lebih baik, bukan sebagai alat menghakimi seseorang yang beda dengan kita, dan mencari pembenaran perbuatan kita.
Belajar Al quran harus bisa “meniru ” sifat Rahman Allah, yang menyayangi setiap makhluk, bahkan kepada iblis sekalipun. Tanpa ada rasa sayang dalam hati, mustahil seseorang bisa mengerti-paham al quran.
Alquran tidak pernah mengajarkan kita untuk melupakan hak-hak orang di sekeliling kita. Dan makna dari ayat-ayat jihad tak selamanya berorientasi pada kekerasan.
Penulis Moh Syahri adalah Pimpinan Redaksi dan Founder Atorcator
Sumber foto: ummuhabibah.com