santri harus selalu optimistis |
Sebagai
golongan yang juga pernah ikut andil dalam sejarah perjuangan Nusantara,
nampaknya untuk hari ini golongan ini sedikit lalai dan cendering pasif untuk
terus mengawal kemerdekaan serta tujuan Negara ini merdeka. Golongan ini
rata-rata cukup merasa bangga jika golongan mereka terwakili oleh satu atau dua
orang saja dalam pentas memperjuangkan tujuan Negara ini merdeka.
Apa jangan-jangan
kita lupa untuk apa kita memerdekakan Negara ini?. Selain untuk memperjuangkan syariat,
kita juga mempuanyai tujuan lain. Kita masih mempunyai segudang pekerjaan
rumah yang masih belum terselesaikan. Apakah segenap bangsa dan seluruh tumpah
darah Indonesia sudah terlindungi?. Dari jajahan fisik mungkin iya, namun
bagaimana dengan jajahan secara ekonomi?. Apakah kesejahteraan bangsa kita
sudah maju dan merata? Untuk sebagian kaum borjuis, tidak perlu ditanyakan lagi, bagaimana
dengan kaum buruh dan petani?. Masih yakin untuk terus berdiam diri dan berkata “NKRI harga mati!”
Begini,
saat ini kita sedang dihadapkan pada sebuah zaman dimana arah pembanguan Negara
kita ini cenderung kearah materialistik dan tentu saja modernisme yang cenderung
kearah kapitalistik. Hal ini sangat berdampak pada kita secara kultural. Betul memang,
secara institusional kaum santri nampaknya memperoleh kenyamanan dengan adanya
hari santri dan terdengar adanya wacana untuk membentuk sebuah kementrian baru
yang secara khusus menangani kaum santri. Tapi dalam masalah kultural, kita sudah
sangat melemah dan nampaknya ada perubahan kultur dari kaum kita.
Dulu kaum santri sangat berdedikasi untuk turut memperjuangkan islam dalam bingkai
moralitas, tapi sayangnya dengan adanya perubahan arah pembangunan ditambah arus globalisasi yang sangat cepat,
kultur itu berubah secara perlahan. Kita, kaum santri, nampaknya tengelam dan
kolaps untuk mengahadapi ini semua.
Perubahan arah pembangunan, juga sangat
berdampak pada rakyat. Banyak orang-orang proletar yang tertindas. Masihkah diam itu mas? Jangan hanya diam dan menari-nari di atas penderitaan orang lain. Kepedulian sosial kita sebagai santri
juga harus ditumbuh-kembangkan.
Jika kita hanya diam sedangkan dari sisi kultural kita diserang dan ruang
gerak kultural itu semakin sempit, akan punah kita saudara.
Kalau kita punah, siapa yang akan memekikkan “NKRI harga mati” lagi nanti?
Baca juga: Santri Juga Bisa Main Mobile Legends Kok
Untuk
itu, saya ingin menawarkan sebuah Paradigma baru untuk perjuangan kita. Kita tahu bahwa santri memiliki sebuah
semangat nasionalisme yang tinggi dan saya rasa ini tidak perlu dipertanyakan
lagi. Sebagai kaum santri yang cukup intensif dibimbing secara ruhaniyah, dua puluh empat jam digembleng tentang agama oleh kiai, saya rasa santri sudah sangat islami dan tentu
saja wajib adanya. Nah, permasalannya adalah, salah satu cara terbaik untuk
menaklukkan kaum kapitalis ini adalah dengan melawannaya dengan ideologi
komunisme. Sedangkan kita tahu bahwa kaum santri masih memiliki trauma emprik
dengan kata komunisme ini.
Tapi
tidak apa-apa, dengan bumbu-bumbu menegakkan keadilan dengan bijaksana
dan dengan secara perlahan kita doktrin ideologi-ideologi komunisme mungkin
suatu saat kita akan berhasil membiasakan santri untuk tidak kaget akan kata
Komunisme.
Ketika ketiganya sudah berpadu, dan saling memberikan ruang antara
paham yang satu dengan yang lain, nasionalisme, islamisme, komunisme, dan
sudah ada dalam jiwa seorang santri, maka dengan itu, saya katakan ideologi ini dengan
nama Santri Kiri (ideologi yang dianut oleh santri kiri)
Ini
berbeda dengan konsep Nasakomnya Bung Karno sebab kata gusdur munculnya konsep
Nasakom ini dilator belakangi oleh kekhawatiran Bung Karno atas perpecahan
bangsa yang pada saat itu kekuatan politik di Indenesia ini tersentralisasi
pada tiga partai besar; Nasionalis, Islamis, dan komunis. Dan sekarang tentu
saja berbeda latar belakang.
Jadi
bagaimana seharusnya ideologi Santri Kiri ini diterima dan dijalankan?