Perjalanan Malang-Surabaya benar-benar membuat saya berada di ambang kematian dan ingin misuh karena kecepatan yang tak berbanding dengan kepintaran sopir menyetir. Seperti sopir yang sedang belajar mengemudi bus dengan penumpang penuh.
Ini bukan lagi bus yang biasa saya naiki sepanjang hidup saya. Secepat-cepat dan seugal-ugalnya bus Mira Surabaya-Jogja kini tidak ada apa-apanya dengan bus yang satu ini yang saya naiki waktu itu.
Oke, memang hal biasa ketika melihat bus dengan kecepatan di atas rata-rata. Dulu saya biasa naik bus Mira Jogja-Surabaya jam 10 malem, bus Mira ini dikenal dengan bus yang memiliki kecepatan tinggi dan pelari cepat. Beda halnya dengan Bus Eka. Sekalipun demikian, bus Mira masih bisa membuat saya tidur nyenyak dan bangunya nampak lebih segar dan tidak membuat tulang punggung remuk.
Biacara perihal kecepatan, ngebut, ugal-ugalan memang bisa dibilang relatif dan tergantung persepektif. Bus dengan kecepatan yang standar akan lebih sedikit menerima cacian dan lebih banyak menerima pujian.
Persepektif saya kecepatan bus ini sudah di luar batas wajar. Kecepatannya tak lagi membuat penumpang nyaman lebih-lebih soal tidur, ngemil, ngobrol, dan bahkan sekadar minum saja untuk menghilangkan rasa takut tidak bisa blass. Saya coba mendekati kondekturnya, untuk membujuk halus agar kecepatannya dituruni sedikit saja.
Sialnya, kondektur tidak memenuhi permintaan saya, dia hanya manggut-manggut saja dan senyum-senyum. Dalam hati saya membatin" ini kondektur senyum-senyum dikira penumpang bus ini semua orang waras, bagaimana jika ada penumpang yang kenak serangan jantung akibat kecepatan bus yang tidak manusiawi ini, kan bisa mati mendadak nanti di dalam bus". Saya yakin driver dan kondektur sudah bersekongkol, apa iya seorang kondektur tidak punya hak untuk mengingatkan sopir yang sudah keterlaluan.
Saya satu kursi dengan seorang kakek tua. Setiap naik Bus saya biasanya ngobrol-ngobrol dengan orang-orang yang ada di samping saya yang masih satu kursi. Kali ini tidak, saya hanya bisa mendengar bacaan wiirid, shalawat, bahkan sampai pada doa yang tidak saya kenal demi keselamatan.
Selain kecepatannya yang tidak manusiawi, bus ini juga sudah lancang dan berkali-kali mendahului kendaraan lain dari kiri. Benar-benar kurang ajar alias kurang belajar mengenai peraturan lalulintas.
Seharusnya PO nya lebih intensif lagi dalam mengedukasi para drivernya untuk taat aturan dan standar kecepatan. Sebab sopir yang nyaman sekalipun busnya tidak terlalu nyaman-nyaman amat akan terasa nyaman semuanya yang penting fasilitasi colokan listrik untuk ngecas. Hehe....
Ini bukan lagi bus yang biasa saya naiki sepanjang hidup saya. Secepat-cepat dan seugal-ugalnya bus Mira Surabaya-Jogja kini tidak ada apa-apanya dengan bus yang satu ini yang saya naiki waktu itu.
Oke, memang hal biasa ketika melihat bus dengan kecepatan di atas rata-rata. Dulu saya biasa naik bus Mira Jogja-Surabaya jam 10 malem, bus Mira ini dikenal dengan bus yang memiliki kecepatan tinggi dan pelari cepat. Beda halnya dengan Bus Eka. Sekalipun demikian, bus Mira masih bisa membuat saya tidur nyenyak dan bangunya nampak lebih segar dan tidak membuat tulang punggung remuk.
Biacara perihal kecepatan, ngebut, ugal-ugalan memang bisa dibilang relatif dan tergantung persepektif. Bus dengan kecepatan yang standar akan lebih sedikit menerima cacian dan lebih banyak menerima pujian.
Baca juga: Politisi yang Susah Ditausiahi
Persepektif saya kecepatan bus ini sudah di luar batas wajar. Kecepatannya tak lagi membuat penumpang nyaman lebih-lebih soal tidur, ngemil, ngobrol, dan bahkan sekadar minum saja untuk menghilangkan rasa takut tidak bisa blass. Saya coba mendekati kondekturnya, untuk membujuk halus agar kecepatannya dituruni sedikit saja.
Sialnya, kondektur tidak memenuhi permintaan saya, dia hanya manggut-manggut saja dan senyum-senyum. Dalam hati saya membatin" ini kondektur senyum-senyum dikira penumpang bus ini semua orang waras, bagaimana jika ada penumpang yang kenak serangan jantung akibat kecepatan bus yang tidak manusiawi ini, kan bisa mati mendadak nanti di dalam bus". Saya yakin driver dan kondektur sudah bersekongkol, apa iya seorang kondektur tidak punya hak untuk mengingatkan sopir yang sudah keterlaluan.
Saya satu kursi dengan seorang kakek tua. Setiap naik Bus saya biasanya ngobrol-ngobrol dengan orang-orang yang ada di samping saya yang masih satu kursi. Kali ini tidak, saya hanya bisa mendengar bacaan wiirid, shalawat, bahkan sampai pada doa yang tidak saya kenal demi keselamatan.
Selain kecepatannya yang tidak manusiawi, bus ini juga sudah lancang dan berkali-kali mendahului kendaraan lain dari kiri. Benar-benar kurang ajar alias kurang belajar mengenai peraturan lalulintas.
Seharusnya PO nya lebih intensif lagi dalam mengedukasi para drivernya untuk taat aturan dan standar kecepatan. Sebab sopir yang nyaman sekalipun busnya tidak terlalu nyaman-nyaman amat akan terasa nyaman semuanya yang penting fasilitasi colokan listrik untuk ngecas. Hehe....
Sumber Foto: Wilnzreent.