Foto: Ilustrasi perebutan kekuasaan |
Penulis: Moh Syahri
Akhir-akhir ini banyak sekali orang yang ingin mendapatkan kekuasan atau ingin menjadi pemimpin, baik dari tingkat masyarakat biasa hingga para kiai. Sudah banyak diantara mereka yang sudah berhasil memduduki pemerintahan atau jadi pemimpin. Ada yang menjadi kepala desa, bupati, gubernur, hingga anggota legislatif baik ditingkat kota, provinsi, dan pusat. Kekuasan dijadikan target untuk mencapai segalanya dalam hidup ini. Faktanya memang iya, siapa yang berkuasa maka ia akan memiliki segalanya (dalam tanda kutip).
Merebut kekuasan
atau ingin menjadi pemimpin tidak ada larangan dalam undang-undang, siapapun
boleh. Bahkan jika terdapat diantara mereka yang memimpin melanggar bahkan
belum mencapai target dalam menyejahterakan masyarakat perlu dan wajib diganti.
Negara ini, negara demokrasi tidak ada perbedaan diantara kita baik masyarakat
bawah maupun masyarakat menengah ke atas, dalam merawat dan menjaga NKRI dan bersaing
dalam merebut kekuasaan itu boleh-boleh saja. Namun, yang harus diperhatikan adalah elektabitas
dalam memimpin. Pada hakikatnya memimpin tidak cukup hanya bermodalkan uang
saja. Banyak sekali orang hanya kemauan atau nafsu saja yang dijadikan
landasan, tanpa berpikir dia mampu apa gak dalam memimpin? Mendeklarasikan pencalonannya
dengan begitu yakin akan kemenangannya tanpa berpikir pantaskah saya memimpin?
Inilah yang
banyak sering kita jumpai pada calon-calon kali ini, sehingga jika ia lolos
verifikasi dalam pencalonaannya saja ia sangat bangga sekali, baru saja
mendapatkan tiket maju menjadi kandidat sudah puas dan merasa berhasil
segalanya. Entah apa yang menjadi dasar atas semua itu. Miris sekali ketika
melihat calon pemimpin yang hanya demi kekuasan, berbagai macam cara ia lakukan
untuk merebut kekuasaan, mulai dari membagi-membagi uang dan menggunakan alat
kampanye diluar aturan KPU. Ini sesuatu yang yang nampaknya sudah menjadi
kebiasaan buruk di alam demokrasi kita ini. Jarang mendapatkan perhatian serius
dari pihak yang berwajib
Menjadi pemimpin
tidak hanya sekedar mampu dalam dimensi-dimensi tertentu. Pemimpin harus
memiliki multi talenta dalam mengayomi masyarakat. Lebih-lebih dalam
menyejahterakan perekonomian, dan meratakan ketimpangan dan kesenjangan. Sehingga
masyarakat yang beragam dalam hal kebutuhannya, akan cepat teratasi dan
terpenuhi dengan maksimal dan merata. Membangun konektivitas dan mental
masyarakat menuju peradaban. Mestinya inilah yang harus mendasari segala
kepemimpinannya sehingga pantas jika kekuasan harus direbut oleh yang memiliki
orientasi seperti itu.
Berebut
kekuasan dengan cara-cara terhormat dan mulia maka hasil dan proses kerja pun
akan nampak terhormat dimasyarakat. Terjadinya korupsi yang akhir-akhir ini
semakin merajalela bisa kita lihat bagaimana ia dulu dalam merebut kekuasaan
itu. Perhelatan politik sangatlah mahal dalam mempertaruhkan kehormatan. Jika dari
awal kompetisi perebutan kekuasan sudah curang, maling dan seolah menjadi
perampok suara rakyat dengan uang maka bisa dipastikan ia akan melakukan yang
namanya korupsi demi mengembalikan modal.
Apa yang
dilakukan itu sebenarnya telah diketahui beresiko tinggi. Kekalahan dalam
pemilihan itu selain beresiko yang bersifat psikologis, juga akan mengalami
kerugian finansial yang luar biasa besarnya. Sementara yang menang dan terpilih
menjadi pejabat politik, juga harus berusaha mengembalikan modal yang telah
dikeluarkan dan ditambah keuntungan yang harus diperoleh dari jabatannya itu.
Jabatan politik menjadi benar-benar sebagai barang komoditas atau sesuatu yang
dibisniskan. Akhirnya jabatan bukan lagi dipandang sebagai wilayah pengabdian
atau amanah untuk memakmurkan dan mensejahterakan rakyat, melainkan untuk
meraih berbagai jenis keuntungan.
Mempertahankan kehormatan
tidak mudah, apalagi yang berkaitan dengan kepemimpinan. Orang yang sudah
menjadi pemimpin jelas akan terlihat terhormat. Dimana-mana pemimpin itu terhormat
dan pasti dihormat. Tetapi jika sudah korupsi ia tidak akan lagi terhormat
dimata masyarakat. Semoga pemimpin dan yang dipimpin tetap terhormat dihadapan
Tuhannya sehinga juga akan terhormat dihadapan makhluknya.