Penulis: Moh Syahri
Persoalan harga memang sesuatu yang perlu dipikir panjang. Karena pada titik tertentu, ia kadang membuat kita trauma dan jengkel. Tadek pesse congoco (red: Madura) artinya jika harga itu mahal dijamin kualitas barang akan memuaskan. Ini omongan orang yang tidak pernah tertipu.
Persoalan harga memang sesuatu yang perlu dipikir panjang. Karena pada titik tertentu, ia kadang membuat kita trauma dan jengkel. Tadek pesse congoco (red: Madura) artinya jika harga itu mahal dijamin kualitas barang akan memuaskan. Ini omongan orang yang tidak pernah tertipu.
Saya jadi
teringat curhatan ibu warga sekitar yang suka mempermasalahkan harga domestik
di warung-warung, harga rokok, minyak goreng, garam, sabun, ajinomoto, bawang
merah, bawang putih, sampe harga gorengan dan segala kebutuhan domestik rumah
tangga.
Semua ia
curhatkan antara harga warung ini dan warung ini, harga ini dan harga itu.
Karena saya bukan orang perwarungan, saya berusaha nyeletuk curhatan dia seraya
menimpali dengan kata "Mungkin keadaan ekonomi negara sedang tidak stabil
buk". Sok pinter!
Iya, saya sepakat, warung satu dan warung satunya tidak mungkin akan bersatu dalam ikatan
persatuan harga yang sama. Dan ini akan menjadi tranding topik yang menarik
untuk dibuat gosip oleh kalangan emak-emak.
Baca juga: Benarkah Pernikahan Menjadi Bumerang Bagi Pendidikan
Memang, harga
warung yang satu dengan yang satunya tidak mungkin sama dan mustahil bisa
disamakan. Karena itu soal tamak dan tidaknya penjual, soal egois dan tidaknya
penjual. Ini sudah masuk dalam kategori warung kebinekaan yang seharusnya
saling bertoleransi.
Keuntungan bagi
penjual itu nomor satu, keuntungan banyak itu nomor dua, baru soal keberkahan
nomor tiga. Jarang-jarang orang berpikir untung sedikit tapi berkah besar. Yang
enak, memang, dapat untung besar berkah besar itu harapan terbesar kelompok
persatuan warung Indonesia.
Yang parah itu,
penjual yang tak memikirkan keuntungan pembelinya, yang penting saya untung
masalah dia gak untung urusan dia bukan urusan saya. Sadis!!!. Transaksi
jual beli seharusnya sama-sama memberikan keuntungan kepada kedua belah pihak.
Di perkotaan,
punya warung di tempat yang strategis dan dekat dengan keramaian tak perlu
memenaj harga agar banyak pelanggan meskipun saingannya banyak. Cukup
bermodalkan senyum manis dan masang muka berseri-seri saat melayani, pelanggan
akan terhipnotis sendiri untuk membeli.
Berbeda dengan
di desa, perbedaan harga itu justru menjadi masalah besar. Untuk mengait banyak
pelanggan tak cukup bermodalkan senyum manis dan muka berseri-seri, saya jamin
mereka tidak akan terhipnotis untuk setia membeli. Apalagi tidak senyum tambah
ngenes mendapatkan pelanggan, sudah galak mahal lagi!!!
Baca juga: Refleksi Akhir Tahun Singkawang
Warung di desa
juga semakin hari semakin banyak, tak kalah kompetisinya dengan warung di
perkotaan yang memiliki kompetitor hebat-hebat. Pada akhirnya juga butuh
strategi dan trik jitu untuk mengait pelanggan lebih banyak plus pelanggan yang
setia.
Strategi dan
trik jitu pun tidak lagi jitu jika penjaga warung itu tidak pintar memenaj
harga. Ya lagi-lagi soal harga, di warung tidak boleh ada harga mati, harga
barang harus hidup, dan bersahabat.
Pada tataran
empirisnya, jika ada warung yang harganya mencurigakan, warga tidak segan-segan
akan mencari perbandingan harga dengan warung lain. Dan jika ditemukan tidak
sama alias lebih mahal, hati-hati warung yang lebih mahal harganya tidak akan lagi diminati
masyarakat sekitar. Beda harga sedikit saja ia tak mau.
Biasanya,
mereka akan bela-belain pergi ke tempat yang jauh lebih murah meskipun
tempatnya agak jauh. Ya maklum saja, namanya juga merasa terdzolimi oleh harga,
dendam kesumat, dan sumpah serapah akan keluar sebagai balas dendam.
Masyarakat kita
kurang begitu percaya jika ia diceramahi soal kenaikan harga yang erat
kaitannya dengan pengaruh perekonomian nasional. Dia tidak paham, dia hanya
menginginkan barang sehari-hari murah, terjangkau dan berkualitas. Itu saja!!!
Jujur saja
masyarakat kita lebih tertarik dengan mengurangi ukuran barang dagangan
daripada menaikkan harga, itu yang harus dipikirkan penjaga warung, jangan
seenaknya saja.
Wallahu a'lam
Sumber Foto: Daylisosial.id
Baca juga: Kerusakan Moral Akibat Alergi Bernostalgia dengan Desanya