Oleh: Prof. Rochmat Wahab
Atorcator.Com - Manusia dalam kehidupannya itu
benar-benar misteri. Para orang kaya yang berlimpah harta tapi hidupnya tidak
tenang, karena merasa kurang terus, sementara orang miskin dengan ekonomi yang
tak menentu hidupnya tenang, karena bisa menikmati makan seadanya dan bisa
amalkan ibadah dengan leluasa. Para pejabat yang memegang kekuasaan hidupnya
tidak tenang karena dibayang-bayangi oleh guilty feeling terkait dengan
perilaku yang sewenang-wenang, tetapi staf bawahan hidup dan bekerja tenang dan
membahagiakan, karena loyal terhadap tugas dan selalu tersedia waktu yang cukup
untuk ibadah. Tenang dan tidaknya atau senang dan tidaknya seseorang sangat
tergantung pada keberkahan kepemilikan harta dan posisi kerja.
Keberkahan pada hakekatnya adalah karunia Tuhan yang mendatangkan tambahnya kebaikan (ziyaadatul khaiir) bagi kehidupan manusia, baik bagi dirinya sendiri maupun orang, kelompok atau institusi lain (Al Munawwir dan Imam Ghozali). Dengan kata lain bahwa keberkahan bukan saja sesuatu yang akan digapai dengan cara baik dan diridloi Allah, melainkan juga merupakan suatu kebaikan yang perlu didesiminasikan ke orang dan kelompok serta institusi lain.
Perlu dimaklumi bahwa keberkahan itu dapat digapai oleh siapapun, dengan cara (1) memantapkan iman, sehingga langkahnya selalu mengharapkan ridlo-Nya, (2) mewujudkan ketaqwaan melalui berbagai amal sholeh, sehingga islamnya terjaga , (3) menjaga dan mendirikan sholat membuat hidup terjaga kesehatanya baik aspek fisik, mental, emosial maupun sosialnya, (4) mensyukuri nikmat dengan hati yang bersih, sehingga dapat tambahan nikmat, (5) membiasakan mengulurkan tangan dan hati ikhlas untuk membayar shadaqah, sehingga terjaga hablum minannaas-nya, dan 6) merasa mudah melakukan pemberian maaf dan hilangkan rasa dendam, sehingga hidup aman dan damai. Semua upaya itu baru dapat berarti jika kita memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh dan insya Allah bisa dikabulkan.
Keberkahan pada hakekatnya adalah karunia Tuhan yang mendatangkan tambahnya kebaikan (ziyaadatul khaiir) bagi kehidupan manusia, baik bagi dirinya sendiri maupun orang, kelompok atau institusi lain (Al Munawwir dan Imam Ghozali). Dengan kata lain bahwa keberkahan bukan saja sesuatu yang akan digapai dengan cara baik dan diridloi Allah, melainkan juga merupakan suatu kebaikan yang perlu didesiminasikan ke orang dan kelompok serta institusi lain.
Perlu dimaklumi bahwa keberkahan itu dapat digapai oleh siapapun, dengan cara (1) memantapkan iman, sehingga langkahnya selalu mengharapkan ridlo-Nya, (2) mewujudkan ketaqwaan melalui berbagai amal sholeh, sehingga islamnya terjaga , (3) menjaga dan mendirikan sholat membuat hidup terjaga kesehatanya baik aspek fisik, mental, emosial maupun sosialnya, (4) mensyukuri nikmat dengan hati yang bersih, sehingga dapat tambahan nikmat, (5) membiasakan mengulurkan tangan dan hati ikhlas untuk membayar shadaqah, sehingga terjaga hablum minannaas-nya, dan 6) merasa mudah melakukan pemberian maaf dan hilangkan rasa dendam, sehingga hidup aman dan damai. Semua upaya itu baru dapat berarti jika kita memanjatkan doa dengan sungguh-sungguh dan insya Allah bisa dikabulkan.
Baca juga: Memaparkan Bakat Dalam Meraih Prestasi
Selain kita mendapatkan
keberkahan, kita juga sangat berharap bahwa status, posisi, jabatan dan
sebagainya, dapat memainkan peran penting dalam mendiseminasikan keberkahan dan
kebaikan bagi orang lain di antaranya: (1) kehadiran kita dirasakan manfaatnya
oleh lain, (2) kehadiran kita dalam pertemuan menjadi problem solvers, (3)
kehadiran kita untuk menyelamatkan orang lain dari berbagai ancaman baik secara
terang-terangan maupun tersembunyi, dan sebagainya.
Berdasarkan suatu kisah, bahwa seorang santri Indonesia mondok mengaji di Arab. Santri itu selalu ditugasi Syech-nya untuk melinting rokok dari hari ke hari. Pada suatu saat santri itu dipulangkan. sampai di Indonesia jadi kiai terkenal. Berikutnya santri yang mondok di suatu pesantren di Indonesia yang ditugasi oleh kiai membersihkan kebun salak. Setelah kiai pergi seorang santri itu menjalankan amanahnya untuk bersih- bersih kebon salak. Kiai menahsn marahnya setelah melihat kebunnya ternyata bersih semua.
Pekerjaan itu ternyata salah, karena semula kiai hanya menginginkan untuk bersihkan setiap pohon salaknya, supaya buah salaknya banyak. Tetapi justru pohon yang dibabat habis dan tak tersisakan. Karena santri melakukan tindakan yang salah, maka santri dihukum dan dipulangkan. Berkat barakah, rahmat dan hidayah-Nya, kedua santri itu yang pulang dari Arab dan yang balik dari pesantrennya justru menjadi kiai terkenal. Ketundukan. dedikasi, dan loyalitas santri insya Allah menghadirkan keberkahan.
Berdasarkan suatu kisah, bahwa seorang santri Indonesia mondok mengaji di Arab. Santri itu selalu ditugasi Syech-nya untuk melinting rokok dari hari ke hari. Pada suatu saat santri itu dipulangkan. sampai di Indonesia jadi kiai terkenal. Berikutnya santri yang mondok di suatu pesantren di Indonesia yang ditugasi oleh kiai membersihkan kebun salak. Setelah kiai pergi seorang santri itu menjalankan amanahnya untuk bersih- bersih kebon salak. Kiai menahsn marahnya setelah melihat kebunnya ternyata bersih semua.
Pekerjaan itu ternyata salah, karena semula kiai hanya menginginkan untuk bersihkan setiap pohon salaknya, supaya buah salaknya banyak. Tetapi justru pohon yang dibabat habis dan tak tersisakan. Karena santri melakukan tindakan yang salah, maka santri dihukum dan dipulangkan. Berkat barakah, rahmat dan hidayah-Nya, kedua santri itu yang pulang dari Arab dan yang balik dari pesantrennya justru menjadi kiai terkenal. Ketundukan. dedikasi, dan loyalitas santri insya Allah menghadirkan keberkahan.
Baca juga: Kisah Anak Menggendong Ibunya yang Mendapatkan Kubah Mutiara
Akhirnya kita sangat menyadari
bahwa keberkahan itu pada hakekatnya datang dari Allah swt, tidak ada pihak
lainpun yang mampu menghalang-halangi keberkahan itu. Untuk mendapatkan keberkahan
sangat diperlukan upaya yang sungguh-sungguh, tidak boleh setengah-setengah,
sehingga hasilnya nyata.