Penulis: Ahmad Ishomuddin
Atorcator.Com - Berkumpulnya para kyai NU dalam
acara Musyawarah Nasional Alim Ulama NU di Pondok Pesantren Miftahul Huda
al-Azhar Citangkolo, Kota Banjar, Jawa Barat pada tanggal 27 Pebruari-1 Maret
2019 adalah wujud pelaksaan salah satu amanat Muktamar ke-33 NU di Jombang,
Jawa Timur. Sebelum Munas berlangsung, PBNU mentradisikan kegiatan Pra Munas
NU, seperti beberapa kali kegiatan Bahtsul Masail yang diadakan di Gedung PBNU,
Jakarta Pusat atau di tempat lainnya.
Struktur Kepanitiaan Munas Alim
Ulama dan Konferensi Besar NU tersebut ditetapkan berdasarkan SK dari PBNU.
Saya juga mendapat SK (Surat Keputusan) sebagai Ketua Koordinator Komisi
Bahtsul Masail NU yang membawahi tiga Sub Komisi BM-NU, yaitu Komisi BM
Waqi'iyyah, BM Maudlu'iyyah, dan BM Qanuniyyah.
Saya menganggap bahwa Bahtsul Masail
adalah "ruh NU". Musyawarah Nasional Alim Ulama NU terlihat hidup
dinamis karena adanya Bahtsul Masail tersebut. Pelaksanaan kegiatan Bahtsul
Masail NU juga adalah bagian dari tanggung jawab keagamaan (diniyyah) dan tanggung
jawab kebangsaan/nasionalisme (wathaniyyah) yang diamanatkan kepada para
pengurus NU.
Dalam memberikan sambutan Pra Munas
NU di Pondok Pesantren Al-Hasaniyah, Teluk Naga, Tangerang, Banten, antara lain
saya sampaikan bahwa tradisi BM-NU harus dirawat dan terus diadakan karena di
dalamnya tercakup tiga manfaat, yaitu sebagai (1) kegiatan ilmiah di kalangan
para kyai NU, (2) penguat jalinan silaturahmi para santri, kyai, dan warga NU,
dan (3) konsolidasi para pengurus NU.
Baca juga