Penulis: Shuniyya Ruhama
(Pengajar PPTQ Al Istiqomah Weleri-Kendal Murid Mbah Wali Gus Dur)
Atorcator.Com - Masyarakat kita memiliki sistem
sosial dengan berbagai aturan baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis.
Termasuk di dalamnya mendefinisikan bagaimana menjadi anggota masyarakat yang
ideal. Namun, dalam kenyataannya kemungkinan sepenuhnya ideal tidak bisa
dicapai. Tetap saja ada kekurangan pada setiap anggotanya. Hanya sajaletaknya
berbeda-beda satu sama lain.
Ada kekurangan yang dianggap
bersifat netral ada pula yang dianggap “ringan”. Namun, ada beberapa
diantaranya yang dianggap sebagai pelanggaran berat atau ditabukan. Bila
kekurangan ini dianggap melanggar, maka akan ada konsekuensi berupa sanksi
sosial yang bentuknya bermacam-macam sesuai dengan berat ringan menurut
khazanah setempat.
Seperti yang telah dijelaskan,
sesungguhnya tidak ada anggota masyarakat yang benar-benar ideal sesuai dengan
value yang dianut oleh masyarakat tersebut. Jadi, ketika ada anggota masyarakat
yang tidak mampu memenuhi idealitas ini maka harus kreatif mencari “celah”
untuk menutupi “kekurangan”.
Dalam pergaulan di masyarakat, aktor
yang dianggap tidak ideal umumnya bisa menutupi celah tersebut melalui cara:
1. Meningkatkan human resourch yang
handal dalam science dan penguasaan teknologi mutakhir pada jamannya.
2. Mampu beradaptasi dengan norma
pergaulan dan mampu menjaga hubungan harmonis dengan warga lainnya, menghindari
konflik.
3. Memiliki basis kekuatan ekonomi
yang kuat dan mandiri.
Hal yang harus dihindari adalah:
1. Mental inferior, merasa minder
karena berbeda dan mendapat tekanan yang berat.
2. Defensif, melawan secara frontal
untuk mempertahankan value yang diyakini
3. Mengalienasi diri dari pergaulan
sosial.
Untuk mewujudkannya memang bukanlah
suatu hal yang mudah, apalagi ketika kekurangan yang dimiliki dianggap sebagai
hal yang sangat fatal oleh value dalam masyakarat tersebut. Biasanya akan
muncul hambatan berupa blokade struktural yang dialami, juga diskriminasi serta
kekerasan sosial.
Baca juga: Yang Beda Tidak Harus Dikungkung
Baca juga: Yang Beda Tidak Harus Dikungkung
Namun, jika niat telah tekad dan
dibarengi dengan konsistensi, maka pelan namun pasti masyarakat akan
memunculkan sikap toleransinya. Karena umumnya masyarakat memandang: yang benar
adalah yang sudah biasa. Kalau tidak biasa berarti tidak benar. Artinya, jika
anggota masyarakat dianggap berbeda tetap konsisten dalam perbedaannya, selama
tidak mencelakakan dirinya sendiri dan merugikan orang lain maka lama-lama akan
dianggap sebagai hal yang biasa.
Perjalanan sejarah telah
membuktikan, bahwa sesuatu yang hari ini dianggap biasa, belum tentu sejak awal
kemunculannya sudah dianggap biasa. Banyak diantaranya yang kemunculannya
mendapatkan tantangan dan hambatan yang luar biasa karena dianggap akan
mengubah atau menghancurkan social value.
Namun, jika bisa tetap eksis, maka
justru akan menimbulkan simpati dari warga lainnya, dan akan diterima, bahkan
beberapa diantaranya bisa menjadi tren baru yang diakui sebagai bagian dari
value di masyarakat tersebut.
Dengan demikian, menjadi aktor yang
berbeda ketika hidup di tengah masyarakat bukanlah suatu hal yang menakutkan.
Bahkan justru bisa menjadi motivasi untuk lebih baik dan semakin baik.
Sebab, dalam derajat toleransinya,
setiap kelompok masyarakat pasti memiliki dengan kadar yang berbeda-beda. Dan
toleransi ini bisa dijalankan dengan baik apabila bisa dilakukan melalui dua
arah. Dengan kata lain, apabila masyarakat umumnya maupun aktor yang berbeda
bisa saling toleransi maka konflik akan bisa diminimalisir.
Tidak bijaksana jika masyarakat
memaksakan value-nya secara kaku kepada aktor yang berbeda. Tidak bijaksana
pula ketika aktor menjadikan sikap masyarakat tersebut sebagai pembenaran
ketika mengalami kegagalan di kemudian hari sebagai bagian dari anggota
masyarakat.
Setiap kita berhak untuk bahagia,
setiap dari kita berkewajiban untuk menciptakan bahagia itu.
Salam Persatuan Indonesia dalam
Keragaman...