Penulis: Abdul Rosyidi
Salah satu hobi saya sewaktu kecil
di kampung nan asri, blok Siwalan, Desa Kertasura adalah berburu capung.
Orang-orang di daerahku menyebutnya 'kinjeng'. Orang berbahasa Inggris
menyebutnya 'dragonfly'.
Bisa dikatakan, hampir setiap hari,
terutama saat musim kinjeng, saya paling senang memburunya. Sekadar untuk
mainan ataupun untuk kasih makan ayam di rumah.
Dulu masih banyak karang (tanah)
yang berpohon lebat, suwung. Tak jarang saya dan kawan-kawan ngrusuk2 untuk
sekadar nagrup (menangkap) kinjeng. Kinjeng sering ditemukan sedang hinggap di
daun, ranting-ranting, atau dahan pohon. Pohon asem, mangga, jambu, kersem,
ketapang, bambu, padi, kangkung, rumput ilalang, hingga gayam.
Karakter kinjeng karang suwung
adalah suka tidur. Lebih mudah ditangkap. Tapi harus hati-hati juga, sebab kalo
berisik sedikit bisa langsung kabur dia.
Berbeda dengan kinjeng karang,
kinjeng di lapangan terbuka, sungai, atau hamparan sawah terlihat lebih liar.
Kinjeng di tempat terbuka lebih sigap dan terlihat selalu waspada. Ada manusia
mendekat saja langsung kabur mereka.
Dari sekian banyak jenis kinjeng
saya masih ingat beberapa. Yang paling kecil disebut 'kinjeng dom'. Dom artinya
jarum. Kinjeng ini paling kecil ukurannya segede jarum. Makanya disebut kinjeng
dom.
Kemudian yang lebih besar dari itu
adalah 'kinjeng tik'. Kalau kinjeng dom seperti jarum, kinjeng tik lebih bulat.
Warnanya ada yang kuning, hijau, ungu, dan sebagainya.
Lalu ada 'kinjeng bo', atau 'kinjeng
kebo'. Warnanya loreng seperti sedang memakai seragam pasukan militer. Ini
jenis kinjeng predator yang suka memangsa kinjeng lainnya.
Kemudian ada 'kinjeng bang' atau
'kinjeng abang'. Sesuai namanya, warnanya merah menyala. Sangat cantik.
Kinjeng bang ada dua jenis. Yang di
lapangan terbuka berwarna sepenuhnya merah. Sementara yang di karang mempunyai
banyak motif atau batik indah di badan dan terutama sayapnya. Motif ini seperti
yang terdapat pada sayap kupu2.
Selanjutnya, 'kinjeng tos' yang
berwarna kuning. Ini juga ada dua macam. Yang di lapangan berwarna kuning
sepenuhnya, tanpa batik. Sementara 'kinjeng tos' yang di karang mempunya motif
batik yang cantik.
Ada juga 'kinjeng trum' (tanpa huruf
P) yang hidup, terbang dan hinggap berkoloni. Warnanya orange dan berbadan agak
besar dari 'kinjeng tos'. Kinjeng jenis ini cukup mudah ditangkap.
Ada juga 'kinjeng terasi'. Kenapa
namanya demikian? Karena warnanya hitam legam. Beberapa berwarna agak
kebiru-biruan. Yang hidup di karang ukurannya sedikit lebih besar dibanding
yang di lapangan atau sawah.
Dari sekian banyak jenis yang paling
besar dari spesies kinjeng di daerahku adalah 'kinjeng gaja'. Terlihat dari
namanya bukan? Tapi bukan berarti ukurannya sebesar gajah.
Ya, besarnya palingan sebatas
kelingking orang dewasa. Matanya besar dan warnanya dominan hijau, terutama
yang betina. 'Kinjeng gaja' jantan biasanya ada motif orange di pangkal
ekornya.
Baca juga: Pengalaman Naik Motor yang Konyol
Tapi dari semua jenis kinjeng, yang
paling eksotis, paling cantik, paling sulit ditemukan dan yang paling sulit
ditangkap adalah 'kinjeng penganten'.
Ada unsur mistik juga tentang
kinjeng ini. Konon katanya, kinjeng yang punya warna cerah dan motif batik
warna-warni ini, berkaitan dengan arwah. Dia adalah jelmaan roh-roh orang yang
sudah meninggal. Entahlah.
Yang pasti kinjeng menandakan
kualitas air di suatu daerah. Kalau daerah tertentu masih banyak kinjeng,
berarti kualitas air di sungai, sawah, balong, karang, rawa, dan lain-lainnya
masih bagus.
Dalam singkat kata, kinjeng
menandakan bagusnya ekosistem suatu daerah. Karena kinjeng hanya akan
menetaskan telur dan berkembang biak di dalam air yang kualitasnya bagus.
Penanda ekosistem yang lain adalah
ikan sapu-sapu. Namun sebaliknya, ikan sapu-sapu menandakan kualitas air sungai
sudah semakin buruk. Semakin banyak ditemukan ikan sapu-sapu, semakin besar
kandungan timbal dan logam di satu sungai. Semakin buruk juga ekosistem di
suatu daerah.
Sekarang, kinjeng sudah jarang kelihatan.
Ikan sapu-sapu justru semakin banyak ditemukan.
Padahal menurut catatan, ada sekitar
700 jenis kinjeng di Indonesia, dan 136 jenis di antaranya bisa ditemukan di
Jawa. Berbagai daerah menyebut dengan nama yang berbeda. Saya hanya bisa
mengingat beberapa dan menuliskannya di atas.
Kata para pakar, capung di Indonesia
sebentar lagi punah. Seperti orang Jepang yang menyadari mereka mulai
kehilangan kunang-kunang.[]