NU.or.id |
Penulis: Abdul Rosyidi
Atorcator.Com - Saya percaya Nabi itu ummi, dalam arti yang sebenar-benarnya, tidak
bisa membaca dan menulis. Yang saya tidak percaya adalah logika kita di zaman
ini yang meyakani bahwa "buta aksara" itu identik dengan bodoh dan
terbelakang.
Buta aksara inilah justru yang
menjadi kelebihan beliau. Nabi tidak terjebak logika teks, gramatika tulisan,
yang kerap kali membelenggu.
Bukankah al-Quran sendiri adalah
ujaran? Perhatikan bentuk rima, pengulangan, dan formulawi kelisanannya. Jelas
sekali di sana bahwa Quran adalah lisan. Meski sudah dituliskan sekalipun, dia
tetap lisan.
Karakternya sebagai ujaran membuat
kitab suci ini selalu dekat dengan pendengarnya. Selalu aktual. Karena ujaran
hidup bersama waktu. Sementara tulisan menjauhkan "yang mengetahui"
dengan "yang diketahui".
Tapi zaman setelahnya, juga zaman
ini, kita memperlakukan Quran sebagai teks mati yang tak hidup. Hilanglah makna
dan relevansinya dalam kehidupan. Lalu kita juga memaksakan sejarah dengan
mengharap Nabi sebagai yang menulis dan membaca.
Kadang saya suka mikir sendiri, apa
jeleknya jika tak bisa baca tulis? Apakah orang yang tidak bisa baca tulis sama
dengan bodoh?
Sepertinya asumsi kita tentang hal
ini disingkirkan dulu untuk bisa mengetahui kebenarannya.
Dari dulu saya selalu bilang, kesalahan
kita memahami sejarah adalah saat pikiran masa kini kita kerap digunakan untuk
'menghakimi' masa lalu. Padahal ada jarak dan ruang yang merentang jauh antara
masa lalu dan saat ini. Alam pikir dan cara pandangnya pun niscaya berbeda.
Tapi kita senang menghakiminya.
Itulah pentingnya ilmu seperti asbab
an-nuzul, asbab al-wurud, sejarah, dsb. Untuk mengetahui masa itu dengan sebisa
mungkin logika kehidupan masa itu.
Bagiku, Nabi yang ummi itu justru
sangat membanggakan. Karena dia menjadi tidak berjarak dengan masyarakatnya.
Beliau bersama detak kehidupan masyarakat.
Bukankah Ferdinand de Saussure juga
meyakini bahwa bahasa itu ujaran, teks hanya menuliskan yang ujaran itu. Meski
Derrida meyakini berbeda.
Masih banyak unek-unek yang belum
saya tuliskan di sini. Mungkin akan saya tuliskan yang banyak itu dalam media
lain yang lebih mendalam.
Ya, saya masih perlu pendalaman
terkait hipotesis ini. Pagi ini saya niatkan untuk melanjutkan studi S2 dengan
mengangkat tema ini. Entah kapan? Semoga ada jalan.
Baca juga