newsgorontalo |
Penulis: Haryo Setyo Wibowo
Atorcator.Com - "Golput itu pengecut, tidak punya harga diri, tidak usah jadi
WNI" (Megawati, Solo 31 Maret 2019)
Hanya tersisa satu rumah, keluarga
kami, saat penduduk di kampung kami umumnya memilih Golkar atau minimal mengaku
memilih P3 untuk menunjukkan perlawanan. Masih bisa selamatlah kalau PPP,
setidaknya mewakili partai islam.
Budhe, demikian biasa kami memanggil
nenek, setiap saya tanya soal pemilu menjawab, "dulu PNI, sekarang PDI.
Aku ra seneng karo Pak Harto."
Nyaring, tegas, dan jelas! Saat PDI
selalu jadi juru kunci, kami sudah bersama mereka. Kami ada di saat-saat partai
tersebut mengalami segala kesulitan dan kesempitan.
Keluarga kami memang umumnya fanatik
dengan marhaenisme, baik dari pihak Bapak maupun Ibu. Sama saja!
Pemilu pertama yang saya ikuti pun
memilih partai ini. Seolah untuk menegaskan bahwa Sukarnois, anak turun PNI
harus milih PDI. Itu pikiran saya dulu, juga pikiran-pikiran sepupu saya tanpa
perlu didoktrin. Mengalir!
Ada potongan peristiwa yang tidak
akan pernah saya lupakan. Di masa kecil, almarhumah Mbak Harsi, sepupu dari
pihak bapak, mengajari bikin potongan kepala banteng dari kardus yang diberi
rangka lidi tiap musim pemilu tiba. Bagus sekali.
Jauh sebelum orang omkng NKRI harga
mati secara murah, saya sudah pernah berjanji pada diri sendiri untuk loyal
dengan partai ndas banteng sampai kapan pun. Tapi kelak itu saya batalkan. Saya
mencabut kepercayaan yang saya berikan.
Pada prinsipnya saya percaya bahwa
setiap orang sanggup memimpin satu negara, sepanjang diberi mandat oleh rakyat.
Sungguh pun itu seorang Megawati?
Ya. Walau pun dia seorang ibu rumah
tangga, walau pun dia tidak punya pengalaman mengelola unit pemerintahan
terkecil sekali pun, dan walau pun dia hanya seorang perempuan yang kebetulan
anak laki-laki yang pernah menjadi tokoh paling berpengaruh di Indonesia,
Soekarno!
Modal kami para pendukungnya tipis
sekali. Toh langsung maupun tidak PDI bisa meroket menjadi pemenang pemilu dan
mengantarnya untuk pertama kali seorang perempuan jadi presiden negeri sebesar
Endonesa. Pendek kata, kami mendukungnya walau pun kompetensinya terbatas.
Kami para pendukungnya ini kan
terbiasa tutup mata. Bagaimana pemerintahannya banyak menjual aset dan salah
dalam menetapkan formulasi harga SDA seperti kontrak penjualan jangka panjang
gas tangguh yang sangat merugikan.
Jadi kalau sekarang seorang Megawati
berbicara soal harga diri, saya mau ngomong apa? Biasa saja. Tidak menyesal
juga pernah ikut memilihnya. Justru yang bermasalah adalah dirinya, bagaimana
dia bisa mengatakan para golput tidak layak menjadi WNI? Sementara dalam setiap
pidatonya menggelorakan Merdeka 3x.
Merdeka... merdeka... merdeka...
Hal mendasar dalam demokrasi tidak
memahami kok bicara merdeka.
Mat Dogol
Pernah memilihmu
Pernah memilihmu
(Sumber Status Facebook Haryo
Setyo Wibowo)
Baca juga