kumparan |
Penulis: Satria Dharma
Atorcator.Com - Saya ketemu dengan beberapa teman kemarin dan kami ngobrol asyik
berbagai topik. Meski demikian topik pilpres yang paling hangat. 😀 Maklumlah karena informasi tentang ini semakin intens ditemui di
berbagai komunitas dan media. Kami akhirnya tiba pada ajaran bijak soal
pentingnya memilih pemimpin yang tidak ambisius dan ngotot untuk
mendapatkannya. Ada yang mengutip hadist Nabi SAW yang menyebut, "Kami
tidak menyerahkan kepemimpinan ini kepada orang yang memintanya dan tidak pula
kepada orang yang berambisi untuk mendapatkannya (HR Bukhari dan Muslim).
“ Kalau begitu sebaiknya
kepemimpinan tidak diserahkan kepada Prabowo,” demikian kata seorang teman. “
Dia itu yang paling berambisi untuk memimpin padahal rakyat sudah dua kali
menolaknya. Sekarang dia berambisi untuk menjadi pemimpin yang ketiga kalinya”
Sambungnya. Jelas sekali bahwa dia dari Kubu 01. 😀
“Yah, siapa tahu kali ini rakyat
bersedia menerimanya karena ingin perubahan.” Kata teman yang lain. “
Bukankah kita harus pantang menyerah dan tetap gigih mengejar cita-cita kita.
Justru kita harus meniru kegigihan Prabowo.” Jelas dia dari Kubu 02.
“ Lha kita kan bicara dalam
kapasitas sebagai pemberi amanat kepemimpinan. Hadist itu untuk kita dan bukan
untuk Prabowo. Prabowo mah mana peduli sama hadist. Lagipula kan kita bicara
soal ambisi dalam mendapatkan jabatan dan kekuasaan dan bukan cita-cita.”
“ Menurutku yang paling ambisius itu
justru Kyai Ma’ruf. Lha wong sudah menjadi Ketua MUI kok ya masih mau-maunya
dan tidak punya malu ingin maju sebagai wakil presiden. Apakah dia belum merasa
cukup menjadi panutan umat sebagai ulama? Semestinya sebagai ulama dia harus
lebih tahu soal ambisi mendapatkan jabatan dan kekuasaan ini. ” seorang teman
dari Kubu 02 berapi-api menyampaikan pendapatnya.
“ Siapa bilang Kyai Ma’ruf itu
berambisi dan mengajukan diri untuk menjadi cawapres?” sahut Kubu 01. “Beliau
itu justru diminta oleh Jokowi untuk menjadi teman seiringnya dalam membangun
perekonomian umat yang berlandaskan syariah. Beliau kan ahlinya di bidang
perekonomian syariah. Karena berpikir pentingnya membangun perekonomian umat
yang yang berlandaskan syariah inilah maka beliau bersedia untuk maju
mendampingi Jokowi.” Kata Kubu 01. “Bahkan sebenarnya kalau soal ambisi maka
yang paling berambisi untuk mendapatkan kekuasaan dan jabatan itu Sandiaga
Uno,” sambungnya.
“Lho kok Sandi…?!”
“Kita jangan tertipu dengan wajah
ganteng dan imutnya Sandi, Bro. Dia itu orang yang sangat ambisius. Coba pikir
siapa orang di Indonesia ini, termasuk orang partai sekali pun, yang mau
mengeluarkan hartanya sebesar trilyunan untuk bisa mendapatkan jabatan dan
kekuasaan? Hanya Sandi…!” 😏
“Memang banyak orang kaya yang
menggunakan kekayaannya untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan tapi tidak ada
yang seambisius Sandi. Hanya Sandi yang mau menggunakan harta kekayaannya yang
sangat melimpah itu sampai trilyunan untuk mendapatkan jabatan dan kekuasaan.
Makanya Sandi yang dipilih oleh Prabowo karena Sandi yang punya dan mau
mengeluarkan uang sampai trilyunan. Para ketua partai yang paling tajir pun
tidak ada yang mau mengeluarkan uang sampai trilyunan kayak Sandi.”
“Sandi itu ingin menggunakan
kekayaannya demi kemakmuran bangsa, Bro. Baginya harta kekayaan itu titipan
dari Allah dan hendaknya dipergunakan untuk sesama umat. Jangan siriklah…!”
kata Kubu 02.
“Terserahlah, Bro. Tapi yang jelas
duit trilyunan itu benar-benar hanya dipakai untuk bisa mendapatkan jabatan dan
kekuasaan. Bayangkan kalau duit sebesar itu kalau dipakai untuk mendirikan
berbagai lembaga social demi kemakmuran bangsa. Satu trilyun itu sangat banyak,
Bro. Cak Sat iso nggawe puluhan sekolah hebat di seluruh Indonesia dengan uang
segitu. Padahal kalau mau berbakti pada nusa dan bangsa kan dia sudah
mendapatkan jabatan dan kekuasaan sebagai Wagub DKI. Lha kok amanah yang sudah
diterimanya itu malah dicampakkannya demi mendapatkan jabatan dan kekuasaan
yang lebih besar. Itu artinya Sandi bukan orang yang amanah.”
“Lha Jokowi kan juga sama. Belum
sampai selesai jadi Gubernur DKI sudah mencalonkan diri jadi Capres di 2014.”
Jawab Kubu 02.
“Ya bedalah, Bro. Bukan Jokowi yang
mau tapi dia didorong dan didukung untuk naik ke RI 1. Sebaliknya Sandi malah
membeli dukungan dan berani memberi mahar sangat besar pada partai-partai
yang mau mendukungnya. Istilahnya itu Jokowi ‘mendapat amanah’ sedangkan Sandi
itu ‘membeli amanah’.
Diskusi dan debat semakin seru dan
saya berupaya untuk tidak terlibat. Teman-teman saya ini ternyata tidak kurang
melek informasinya tentang pilpres ketimbang saya kok. Soal ngototnya malah
kayaknya juga tidak kalah dengan saya. 😀
Saya diam-diam berpikir bahwa
sungguh tidak realistis berharap agar umat Islam bakal mau mengikuti hadist
Rasulullah tersebut. Jangankan umatnya lha wong para ustadz dan ulamanya saja
sudah tidak menggunakan tuntunan agama kok dalam soal kepemimpinan ini. Lha
wong jelas-jelas di pihak Jokowi ada ulamanya malah mereka tidak mau kok
dipimpin alias diimami oleh ulama. Mereka lebih suka diimami oleh Prabowo yang
gagah, mantan jendral, dan jika berpidato sangat berapi-api, meski pun tidak
bakalan akan pernah menjadi imam salat mereka meski salat Dhuhur dan Ashar. Dua
kali mengadakan ijtima’ tetap tidak bisa menemukan calon imam yang lebih baik
ketimbang Prabowo. Artinya memang sudah mentok dan dapatnya ya cuma itu. 😊
Satu hal yang semakin memperkuat
keyakinan saya adalah bahwa dalam masalah kekuasaan tidak pernah ada ukhuwah
Islamiyah sejak dulu sampai sekarang. Umat Islam itu dalam sejarahnya selalu
bertengkar dan kalau perlu saling bunuh membunuh untuk memperebutkan kekuasaan.
Baca saja sejarah Islam sejak wafatnya Rasulullah yang selalu diisi dengan
pertengkaran siapa yang layak jadi pemimpin. Lha wong sama-sama ingin
mendirikan khilafah saja Al-Qaedah, ISIS, dan Hizbut Tahrir tidak bakalan mau
ngalah dan kalau perlu saling gorok kok. 🙄 Ukhuwah islamiyah itu mungkin hanya sekedar jargon atau utopia
umat Islam saja. 🙏
Piye maneh…?! 😯
Surabaya, 10 April 2019