Ilustrasi foto (Demo Bawaslu) |
Penulis: KH. DR. Miftah el-Banjary, MA
Atorcator.Com - Ada banyak peristiwa kecurangan dan pengkhianatan yang
dicatat dalam sejarah peradaban Islam terhadap Rasulullah dan pasukan kaum
muslimin, baik yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy di Makkah, kaum Munafikin
di Madinah, suku-suku bangsa Yahudi Arab di Makkah maupun di Madinah, bahkan di
kalangan para sahabat terdekat.
Namun, dari sekian pengkhianatan dan kecurangan terbesar
dalam sejarah tercatat pada pasca perjanjian Hudaibiyah yang terjadi pada tahun
ke-6 Hijriyyah atau pada tahun 628 M.
Perjanjian Hudaibiyyah adalah perjanjian kesepakatan antara
kaum muslimin dan kafir musyrikin di Mekkah yang dilangsungkan di sebuah tempat
bernama Hudaibiyah.
Terjadi perjanjian kesepakatan itu, disebabkan pelarangan
kaum musyrikin Makkah terhadap kaum muslimin yang ingin menunaikan ibadah umrah
memasuki kota Makkah.
Diantara beberapa point kesepakatan dalam perjanjian tersebut
bahwa pihak kaum muslimin dan kafir Quraisy harus melakukan gencatan senjata
untuk tidak melakukan peperangan selama 10 tahun.
Perjanjian itu juga berlaku atas masing-masing kubu yang ikut
berkoalisi pada kedua belah pihak. Pihak yang berkoalisi terhadap kaum muslimin
adalah suku Khuza'ah, sedangkan kubu yang berkoalisi terhadap kafir Musyrikin
Makkah adalah suku Bakr.
Suku Khuza'ah dan Suku Bakr sejak sedari awal memang selalu
bermusuhan. Sampai pada suatu ketika, suku Bakr menyerang suku Khuzu'ah di
tengah malam.
Suku Khuzu'ah yang merupakan koalisi kaum muslimin mengadukan
hal tersebut pada Rasulullah sebagai sebuah tindakan pengkhianatan dan
kecurangan dalam perjanjian kesepakatan Hudaibiyah.
Maka akhir dari pengkhianatan dan kecurangan itu, Rasulullah
mempersiapkan 10.000 orang pasukan untuk menyerang Makkah atau lebih dikenal
dengan sebutan Fath Makkah yang terjadi pada tahun ke-8 H atau tahun 630 M.
Rasulullah melakukan serangan balasan atas segala tindakan
pengkhianatan dan kecurangan. Inilah pelajaran penting yang bisa kita ambil
dari sejarah Nabawiyyah yang tidak mentoleransi sebuah kecurangan dan
pengkhianatan dalam kesepakatan diplomasi ketatanegaraan.
- KH. DR. Miftah el-Banjary, MA Penulis National Bestseller | Dosen | Pakar Linguistik Arab & Sejarah Peradaban Islam | Lulusan Institute of Arab Studies Cairo Mesir