Ilustrasi foto (Prabowo, Usttaz Yusuf Martak, Dahnil) |
Atorcator.Com- Para ustad
dan ulama abal-abal kubu 02 pernah atau bahkan mungkin sering ngotot dan
berapi-api berteriak di mimbar bahwa Nabi saw tak pernah marah jika pribadinya
dihujat dan dihina, dan bahwa beliau baru akan naik pitam serta mencabut dan
menghunus pedang jika agamanya dihina.
Para jemaahnya jelas takjub lalu
menggemakan takbir sembari mengacungkan tinjunya mendengar ucapan dan
"pencerahan" itu. Mereka pasti menganggapnya sebagai kalimat suci yg
memancar dari langit ke tujuh.
Padahal, anggapan demikian jelas
ngaco. Nabi saw tak pernah dihina kepribadiannya. Pribadi beliau dipuja dan
disanjung oleh semua orang yg mengenalnya sehingga semua menjulukinya al-Amin
(Sang Terpercaya).
Beliau baru dihina dan bahkan
diludahi dan dilempar kotoran unta setelah mendeklarasikan agamanya. Beliau
diperlakukan sbg sampah brengsek oleh kaum musyrik semata-mata karena
agamanya, karena ajarah tauhidnya, karena ajaran pembebasannya.
Dan untuk semua itu beliau tetap
sabar. Beliau baru angkat senjata ketika komunitasnya sudah atau akan diserang
atau terancam secara fisik, itupun setelah beliau punya kekuatan.
Kemudian, setelah semakin kuat,
beliau dan atau para sahabatnya melancarkan serangan ke pihak-pihak lain bukan
dalam rangka ekspansi militer lalu memaksa umat lain agar memeluk Islam,
melainkan sebagai "PBB" yg membela kaum demi kaum yg beliau pandang
tertindas. Beliau dan para sabahatnya membawa misi pembebasan, bukan pemaksaan.
Karena itu, tak ada catatan sejarah pasukan Islam memaksa umat lain memeluk
Islam. Pasukan Islam hanya menaklukkan para penguasa di negeri-negeri lain
semata-mata agar masyarakat di sana bisa menikmati kebebasan dan menentukan
pilihan, termasuk memilih agama Islam.
Pada zaman itu, banyak agama dan
kepercayaan dijadikan alat politik untuk melestarikan dominasi penguasa,
termasuk para bangsawan musyrik Mekkah. Mereka menjadikan kesyirikan sebagai
alat politik belaka.
Karena itu, di masa sekarangpun, siapapun
yang menjadikan Islam sebagai alat kekuasaan, bukan sbg alat pembebasan maka
dia sama persis dengan ulah kaum musyrik, meskipun dia gemar berjubah,
berserban, dan meneriakkan takbir dan kalimat tauhid.
(coretan menjelang Subuh)