Atorcator.Com - Dalam banyak kesempatan aku bicara kepada para santri. Seyogyanya kita lebih banyak membaca, memahami dan mendialogkan bacaan itu lalu menuliskannya, daripada mendengar ceramah dan menerima saja apa kata penceramah itu.
Seorang sastrawan sekaligus teolog besar, Abu ‘Amr al-Jahizh menulis tentang buku dan pena:
الْقَلَمُ اَبْقَى أَثَراً وَاللِّسَانُ أَكْثَرُ هَدَراً
لَوْلاَ الْكِتَابُ لَاخْتَلَّتْ أَخْبَارُ الْمَاضِيْنَ
وَانْقَطَعَ أَثَرُ الْغَائِبِيْنَ
وَاِنَّمَا اللِّسَانُ شَاهِدٌ لَكَ وَالْقَلَمُ لِلْغَائِبِ عَنْكَ
الْكِتَابُ يُقْرَأُ بِكُلِّ مَكَانٍ وَيُدْرَسُ فِى كُلِّ زَمَانٍ
Jejak goresan pena lebih abadi
Suara lidah acap tak jelas
Andai tak ada buku
Tak lagi ada cerita masa lalu
Dan terputuslah jejak
mereka yang telah pulang
Kata-kata hanyalah untuk yang hadir
Pena untuk yang tak hadir
Buku dibaca di segala ruang
Dikaji disegala zaman.
- Husein Muhammad Pencinta kajian-kajian keislaman, utamanya di bidang ilmu fikih, tema-tema keperempuanan, dan ilmu tasawuf. Menulis beberapa buku, aktif di pelbagai forum kajian, baik nasional ataupun internasional. Tinggal di Pesantren Darut Tauhid, Cirebon, Jawa Barat