Penulis: Sunardian Wirodono
Atorcator.Com - Chairil Anwar (1922 – 1949), penyair sohor Indonesia, dalam
kematiannya terjelaskan menganut agama Islam. Tapi, binatang jalang itu menulis
puisi tentang Isa, atau Yesus, dengan bagus. Puisi itu ditulis sebagai
persembahan pada para sahabatnya, para pemeluk teguh.
Tapi, saya curiga, Chairil Anwar
bisa tulis puisi itu mungkin berkat aksi pencurian buku yang dilakukan bersama
Asrul Sani sohibnya. Chairil, memang dikenal kutu buku. Pembaca buku yang
militan. Tapi, hampir semua penjaga toko buku di daerah Kwitang dan
seanteronya, mengenal Chairil Anwar sebagai pencuri buku.
Ini menurut cerita yang ditulis
Asrul Sani. Syahdan pernah suatu ketika, Chairil mengajaknya melakukan aksi.
Ada buku baru yang bikin Chairil ngebet pengen membaca. Zarathustra, karya
Friedrick Nietzsche, filsuf Jerman, yang menulis dengan judul Also sprach
Zarathustra: Ein Buch für Alle und Keinen. Sebelum diterjemahkan HB Jassin ke
Indonesia, buku tersebut masuk Indonesia versi Bahasa Inggris, Thus Spake
Zarathustra, berukuran kecil bersampul hitam.
Zarathustra novel filsafat, terdiri
empat bagian, ditulis antara 1883 - 1885. Buku ikonik ini tentang perjalanan
fiktif dan pidato Zarathustra. Sebenarnya novel ini memiliki karakterisasi dan
plot sederhana, yang diriwayatkan secara sporadis sepanjang teks. Tapi, selain
nama yang unik (apalagi jika diparalelkan seorang Persia pendiri
Zoroastrianisme yang dalam bahasa Inggris dikenal sebagai Zarathustra, tapi
dengan karakter berbeda), Nietzsche memiliki gaya eksperimental yang tak
kalah unik.
Salah satu kalimat paling masyhur
dalam buku itu, ketika sang filsuf Zarathustra keluar dari gua pertapaan,
setelah sekian lama berdiam, lalu berseru di depan kerumunan massa bak nabi:
"Dan apa yang kalian sebut sebagai dunia, seharusnya terlebih dahulu
diciptakan oleh kalian ialah: nalar kalian, rupa kalian, kehendak kalian, untuk
menjadi cinta kalian sendiri! Dan sebenarnya, untuk kesucian kalian, wahai
kalian makhluk yang mengetahui!"
Kira-kira gitulah gambaran isi
buku, yang bikin Chairil termehek-mehek. Tetapi karena sering tongpes, Chairil
berniat mencurinya. Dia mengajak Asrul Sani dan mengatur strategi. Asrul
diminta beraksi memecah perhatian para penjaga. Kali itu, sasarannya toko buku
di jalan Juanda, Jakarta Pusat, toko buku Kolf dan van Dorp, yang memajang buku
tersebut. Chairil bercelana komprang dengan dua saku lebar. Cukup untuk buku
sasaran yang memang berformat kecil.
Aksi berjalan dengan damai. Mereka
berhasil keluar dari toko, dengan Chairil mengantongi buku curian. “Deg-degan
setengah mati,” kenang Asrul.
Namun terkejutlah mereka. Ternyata
Chairil salah comot. Ia mengambil Injil, yang tampilan fisiknya mirip. Bukan
buku Nietzsche, yang sama-sama nangkring di rak buku agama. Mungkin untuk nebus
dosa, Chairil menulis puisi berjudul Isa itu. Mungkin lho!