Ilustrasi foto (Arifin Iham/Dream) |
Penulis: Budi Setiawan
Atorcator.Com - Satu waktu,
ada teman yang membawa saya ke bilangan Pondok Kopi karena ada diplomat Libya
akan menggelontorkan sejumlah dana untuk menyaingi dominasi Arab Saudi.
Diplomat itu ingin bertemu dengan sejumlah ulama untuk mendukung ide tersebut.
Saya diminta untuk jadi penterjemah.
Sejumlah orang hadir pada waktu
itu. Namun sang diplomat tidak jadi hadir. Cuma kirim utusan. Orang Indonesia.
Intinya, ada pesan dari pemimpin besar Muammar Khadafi untuk menyebarkan Islam
ala Libya di Indonesia yang lebih dekat dengan tradisi NU ditambah banyak
zikir.
Dia membandingkan kampanye
Arab Saudi yang cenderung membi'dah-bi'dahkan orang karena paham Wahabi.
Sejumlah dana ratusan ribu dolar
disiapkan dengan catatan harus ada proposal.
Saya tidak mengikuti lagi
perkembangannya karena bekerja dan bermukim di Singapura.
Belakangan saya diberitahu bahwa
diantara sejumlah orang yang hadir pada waktu itu adalah Arifin Ilham. Sosok
ganteng asal Banjar yang kemudian mengelola Masjid Khadafi dan majelis dzikir
Al Zikra.
Kabar angin dia beroleh dana banyak
dari Libya. Radio Roja konon juga dapat dana dari Libya. Saya tidak tahu
kebenarannya karena tidak mengikuti perkembangannya.
Namun ketika Khadafi jatuh, dana
itu tersendat. Konon kabarnya, Arifin Ilham didekati Arab Saudi. Sejumlah dana
masuk dan Masjid Kaddafi yang terpampang mencolok ketika ketika melintasi tol
Jagorawi sudah tidak ada lagi karena diganti namanya.
Saat itu Arifin Ilham sudah jadi
da"i kondang dengan ribuan pengikut lewat majelis dzikirnya. Dia kemudian
dekat atau didekati militer ketika berlangsung Aksi Bela Islam 212.
Arifin Ilham sejauh informasi
sangat akomodatif dengan semua pihak. Terhadap aksi 212 hanya sekali saja dia
terlibat. Mungkin dia melihat bahwa aksi-aksi sesudahnya lebih bernuansa
politik ketimbang menegakkan syiar Islam dari hati yang terobek oleh insiden Al
Maidah 51 yang menumbangkan Ahok.
Sikap Arifin Ilham yang langsung
mundur itulah yang kemudian banyak dikatakan penyebab aksi 212 menyempal
menjadi bagian-bagian kecil hingga gagal menjadi gerakan politik yang besar dan
kuat. 212 kocar kacir karena tidak ada figur perekatnya, . Arifin Ilham dan
Ri*zieq Sh*ihab.
Menurut saya, Arifin Ilham hanya
sakit hati terhadap Ahok. Tidak lebih. Karenanya , pendekatan Gatot Nurmantyo ,
Panglima TNI kala itu menjadikan Arifin Ilham terlihat " Pro Pemerintah
" ketimbang Riz*ieq Shi*hab yang menetapkan posisi berseberangan.
Berada dalam" satu barisan pro
pemerintah " dengan Arifin Ilham adalah Abdullah Gymnastiar. Dalam
konteks, "tidak neko-neko" setelah aksi 212.
Walhasil karena sikapnya itu,
Arifin Ilham masuk dalam daftar ulama yang diundang ke Istana untuk makan malam
dengan Raja Salman. Sementara Riz*ieq tidak.
Namun belakangan, nampaknya
ikatan dengan militer renggang setelah Gatot Nurmantyo lengser. Dia
mendukung Prabowo sebagai capres. Kononnya karena dia tidak enak hati dengan
Ri*zieq Shi*hab yang memintanya berada dalam barisan. Itu sebabnya,
dia tidak memerintahkan jamaahnya untuk bergerak.
Ada juga kabar bahwa
keberangkatannya berobat ke Penang dan seluruh biaya disana ditanggung
Prabowo. Hingga ia tidak bisa tidak untuk mendukung Prabowo.
Namun dia juga sadar
kondisinya yang sudah lemah meski berobat di Penang tidak memungkinkan dia
memimpin aksi mendukung Prabowo. Dia cuma bisa memberi dorongan moril
saja.
Kata orang-orang dekatnya, Arifin
Ilham sebenarnya sudah menderita sakit sejak tiga tahun lalu. Tapi dia tidak
perdulikan. Berkali-kali dia jatuh sakit bahkan sampai beberapa kali dirawat.
Belakangan diketahui, dia menderita
kanker. Kemoterapi membuat tubuh Arifin Ilham yang tadinya gagah terlihat
lunglai dan kurus.. Kulitnya yang kuning langsat perlahan menjadi sawo matang
cenderung gelap.
Dia berjuang keras untuk hidup.
Namun Sang Pencipta mengatakan sudah Ku cukupkan nikmatKu. Kembalilah kepadaKu..
Arifin Ilham wafat dalam usia
relatif muda. Semoga rohnya telah bersih dari semua dosa yang telah dibilas
melalui penderitaan sakitnya di dunia.
Kita bacakan Al Fatihah. Semoga
Arifin Ilham Khusnul Khotimah. Dan keluarga yang ditinggalkan tabah.