Menangkap Ulama Radikal - Atorcator
Latest Update
Fetching data...

Jumat, Mei 03, 2019

Menangkap Ulama Radikal

FB-Dimas-Supriyanto

Penulis: Dimas Supriyanto

Atorcator.Com - Hanya di Indonesia saja, nampaknya orang yang mengatas-namakan ulama bebas memrovokasi umat dan masyarakat, menghasut dan berbuat suka suka.  Di negeri pusat Islam sendiri - di Kerajaan Arab Saudi sana - ulama ulama radikal ditangkapi. Bahkan ketika sang ulama sedang memberikan ceramah dan dakwah di Masjidil Haram, area yang disucikan muslim sedunia. Atau sedang memberikan khotbah Jumat.

Agustus 2018 lalu, misalnya, Arab Saudi menahan imam sekaligus khatib terkemuka Masjidil Haram di Makkah, Saleh al-Tabib, akibat salah satu khotbahnya yang dinilai mengkritik kebijakan kerajaan.

Penangkapan Sheikh Saleh al-Talib yang juga seorang hakim di Mekah ini diungkapkan oleh kelompok aktivis ‘Prisoners of Conscience’ (PoC), yang kerap memantau dan mendokumentasikan penangkapan para pendakwah dan cendekiawan muslim Saudi.

Dalam pernyataannya pada Minggu (19/8/2018), PoC mengungkapkan, Sheikh Saleh al-Talib ditangkap setelah menyampaikan dakwah perihal melawan kejahatan di muka umum.

Seperti dilansir Al-Jazeera, Kamis (23/8/2018), Talib ditangkap setelah menyampaikan ceramah yang menyebut,  Islam harus melawan godaan-godaan setan dalam lingkup masyarakat, termasuk godaan berkumpul antara kaum laki-laki dan perempuan di tempat publik. 

Talib mengkritik kebijakan kebijakan kerajaan yang mulai mengizinkan kaum perempuan dan laki-laki berkumpul di acara-acara publik seperti festival musik dan pertandingan olahraga.

Seperti diketahui, dalam beberapa bulan terakhir, otoritas Saudi memperingan dan melonggarkan aturan soal kehadiran wanita dalam acara-acara publik. Selain menggelar konser musik jazz skala internasional juga membuka dan membangun gedung bioskop.

Yahya Assiri, salah satu aktivis HAM asal Saudi yang kini berbasis di Inggris, mengatakan kepada Al Jazeera, bahwa kerajaan Saudi membidik seluruh orang yang dianggap berpengaruh dan bersilang pendapat dengan pemerintah. Sebelumnya, ulama terkemuka Arab Saudi Safar Al-Hawali dan tiga putranya ditangkap hanya beberapa hari setelah publikasi bukunya, di mana ia mengkritik kebijakan-kebijakan pemerintah Saudi saat ini, khususnya pemulihan hubungan dengan Amerika Serikat, Uni Emirat Arab dan rezim Mesir Abdel Fattah Al-Sisi.

Al-Hawali ditangkap pada Kamis Subuh,  di rumahnya di desa Hawala dengan sebuah ambulans yang  menunjukkan, otoritas mengetahui kondisi kesehatan Al-Hawali yang kritis – ia menderita perdarahan otak pada 2005 dan masih menderita akibat efek penyakit tersebut– tapi tetap saja dia dibawa ke penjara.

Di saat yang sama, Saudi juga menangkap saudara lelaki Al-Hawali, Syaikh Saadallah. Ia dibawa oleh para petugas bertopeng ke tempat yang tidak diketahui; tak ada kabar apa pun tentangnya sejak saat itu. 

Aparat yang menangkap memisahkan Syaikh Safar Al-Hawali dari putra-putranya di penjara. Al-Hawali diangkut ke Riyadh, sementara anak-anaknya dibawa ke Jeddah.
Syaikh Safar Al-Hawali, 68, dalam bukunya membahas perbedaan internal antara para anggota keluarga Al-Saud yang berkuasa. Ia juga mengkritik partisipasi Saudi dalam blokade Qatar. Safar Al-Hawali terkenal sebagai anggota gerakan Sahwah, yang dekat dengan Ikhwanul Muslimin.

Saat Perang Teluk 1991 ia mengejutkan semua orang dengan keberanian dan retorika menentang intervensi pasukan Amerika Serikat dan kehadiran mereka di tanah Saudi. Dia juga tidak setuju dengan pemerintah Raja Fahd, yang memerintah saat itu, dan institusi-institusi agama yang dipimpin oleh Syaikh Abd Al-Aziz Bin Baz, yang menebabkannya dipenjara selama beberapa tahun.

SEJAK MOHAMMED BIN SALMAN menjadi Putra Mahkota Saudi pada Juni 2017, puluhan imam, aktivis hak-hak perempuan dan anggota keluarga kerajaan yang berkuasa telah ditahan. 
Di antara mereka yang ditangkap adalah ulama Islam terkemuka Salman al-Awdah, Awad al-Qarni, Farhan al-Malki, Mostafa Hassan dan Safar al-Hawali.

Al-Awdah dan al-Qarni, yang memiliki jutaan pengikut di media sosial, ditangkap September lalu dan dituduh memiliki hubungan dengan Ikhwanul Muslimin, sebuah kelompok yang dinyatakan Arab Saudi sebagai “organisasi teroris”.

Aparat Arab Saudi juga telah menangkap dan menahan sheikh garis keras, Nassar al-Omar.  Sebuah kelompok pemantau hak asasi manusia (HAM) Arab Saudi menyebut, ulama terkemuka itu ditangkap di Mekah. Nasser al-Omar adalah ulama populer yang memiliki lebih dari enam juta pengikut di Twitter. Sejak lama dia dipandang sebagai tokoh penting berpengaruh yang “menyebarluaskan suara tentang tafsir fundamentalis terhadap Islam”.

Putera mahkota Pangeran Mohamed Bin Salman (MbS) memimpin upaya untuk mengarahkan Saudi kembali kepada apa yang disebutnya paham Islam moderat.
Akhir tahun lalu, lebih dari 20 ulama dan intelektual ditahan. Di antaranya ulama terkemuka Salman al-Odah dan Awad al-Qarni.

Pada umumnya, mereka yang ditahan dikaitkan dengan Ikhwanul Muslimin, gerakan Islam yang dianggap sebagai “organisasi teroris” oleh pihak berwenang di Arab Saudi.

KELOMPOK IKHWANUL MUSLIMIN menjadi momok bagi penguasa di Kerajaan Arab Saudi. Bahkan, pemerintah di negeri kaya minyak itu tengah membenahi kurikulum pendidikan demi memberantas pengaruh Ikhwanul Muslimin.

Kementerian Pendidikan Arab Saudi juga akan memecat siapa pun di sekolah ataupun perguruan tinggi yang terkait dengan kelompok terlarang itu untuk selanjutnya, pemerintah Arab Saudi akan mempromosikan Islam moderat sebagaimana rencana putra mahkota Pangeran Muhammad bin Salman (MBS) yang berambisi memodernkan kerajaan Dinasti al-Saud itu dan keluar dari kekolotan.

Kebijakan mengikis pengaruh Ikhwanul Muslimn tidak hanya melalui pelarangan buku-buku di sekolah ataupun universitas. Pihak-pihak yang bersimpati terhadap Ikhwanul Muslimin ataupun ideologinya pun akan disingkirkan dari lembaga pendidikan.

Otoritas Arab Saudi telah menempatkan Ikhwanul Muslimin sebagai organisasi teroris seperti Al-Qaeda ataupun ISIS.
Pangeran 32 tahun itu telah mengambil langkah-langkah untuk melonggarkan pembatasan kehidupan sosial yang sangat ketat di Arab Saudi.

Pangeran MBS juga mengurangi peran polisi syariah, mengizinkan pertunjukan musik di depan umum, serta membolehkan para perempuan mengemudi.

IKHWANUL MUSLIMIN merupakan organisasi yang didirikan Hassan al-Banna di Mesir pada 1928. Kelompok politik itu berkembang di kawasan Timur Tengah dengan mendorong reformasi melalui pemilihan umum.

Namun, Ikhwanul Muslimin (IM) ditekan di Mesir, Suriah dan Irak hingga para pengikutnya melarikan diri ke Arab Saudi. Ternyata beberapa aktivis Ikhwanul Muslimin mampu duduk di jabatan penting di sektor pendidikan di Arab Saudi.

Di Indonesia, ajaran Ikhwanul Muslimin banyak diikuti dan disebarkan oleh politisi PKS.

Syaikh Yusuf Qardhawi, cendekiawan Muslim yang berasal dari Mesir  menegaskan bahwa Partai Keadilan (sebelum berganti menjadi Partai Keadilan Sejahtera) merupakan kepanjangan tangan dari Ikhwanul Muslimin (IM) di Indonesia.

Pernyataan yang disampaikan pada 2001 itu terlontar sebagai bentuk catatan reflektif Qardhawi, yang di negerinya dipercaya sebagai seorang ketua majelis fatwa,  diungkapkan atas perkembangan politik Indonesia di awal abad 21.

Bagi Syeikh Qardhawi, PK (atau sekarang PKS) merupakan garda depan cita Pan-Islamisme di Indonesia.
PKS adalah “copy-paste” dari Ikhwanul Muslimin yang lahir atas realitas politik di Mesir dan Timur-Tengah. Artinya, PKS berpijak di atas Islamisme ala Mesir atau Timur-Tengah. PKS tidak tumbuh dari khasanah Islam Indonesia.

PKS bahkan dengan jelas menolak azas tunggal Pancasila.

Elit PKS sendiri membantah klaim Qardhawi itu. Anis Matta menjelaskan bahwa PKS bukan kepanjangan IM tetapi  membenarkan bahwa salah satu gerakan yang paling dekat dengan pemikiran Ikhwan adalah PKS.
 Sedangkan Hidayat Nurwahid menjelaskan bahwa substansi pemikiran lebih penting daripada nama besar Ikhwanul Muslimin.

Artinya, meski ada bantahan bahwa PKS adalah kepanjangan tangan dari IM, namun ada pengakuan bahwa pemikiran IM merupakan rujukan penting dan utama PKS.

Jelasnya, PKS melekatkan gagasan Islamisme pada para pemikir Mesir. Jangan bayangkan pemikiran Islam Indonesia,  seperti Tjokroaminoto, Soekarno, Natsir, Hasyim Asy’ari, Ahmad Dahlan, HAMKA, atau Agus Salim dikaji serius dalam 'liqo’-liqo’ PKS itu.

Sudah menjadi rahasia umum,  ideologi dan kultur gerakan PKS identik dengan IM. Kekuatan utama PKS (dan juga IM) adalah kemampuannya melakukan kaderisasi secara berjenjang dari liqo’-liqo’, keluarga, sampai mendirikan sekolah-sekolah dengan label “Islam Terpadu”. Pendidikan (Tarbiyah) merupakan kunci penting bagi gerakan ini.

Kelompok-kelompok kecil, ‘ushroh-ushroh’ atau ‘liqo’,  yang dimentori oleh seorang 'murobbi'  - sebagian besar dari kalangan mahasiswa dan pelajar -  yang rutin mengkaji nilai-nilai pemikiran dan perjuangan IM. Pemikiran Hasan Al-Banna, Yusuf Al Qardhawi, Sayyid Qutub, Muhammad Abduh, Jamaludin Al-Afghany dan tokoh-tokoh IM lainnya rutin dikaji dan ditelaah dalam liqo’-liqo’ itu. Gagasan besarnya adalah Islam yang kaffah dan terpadu.

Mereka telah menjadi kekuatan politik yang diperhitungkan di Indonesia. Di kampus-kampus, mereka bermetamorfosis menjadi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).

Meskipun antara KAMMI dan PKS tidak ada hubungan organisatoris namun hubungan ideologi, kultur, dan kesejarahan sangat kuat di antara keduanya.

Islam PKS adalah "Islam berwajah Mesir" yang tengah giat dibersihkan dan diberangus oleh Kerajaan Arab Saudi namun diberi ruang lega oleh Indonesia.

PKS dan IM sukses menangguk suara di Pileg 2019 dengan menunggangi kubu 02 Prabowo yang lugu -  tapi ambisius -  demi meraih jabatan presiden, setelah tiga kali gagal mencalonkan diri. ***