Penulis: Wahyudi Akmaliah
Atorcator.Com - Tiba-tiba
saya dikeluarkan dari satu grup intelektual Muhammadiyah terkait respon saya
mengenai pesan pendek dari anaknya yang disebarkan melalui WhatsApp group, di
mana ia siap melawan kezaliman dan siap mati sahid. Bagi saya, jika ingin mati
Sahid silahkan, tapi jangan korbankan perekonomian di tanah Abang. Banyak orang
bergantung hidup di sana termasuk saya.
Pertanyaannya, di tengah provokasi
Amien Rais mengapa tidak ada suara dari Muhammadiyah untuk mengingatkan
sekaligus juga menegurnya? Di mana seruan Amar Maruf Nahi Mungkar di tempatkan
sebagai garis spirit? Ada banyak intelektual dan orang pintar dari
Muhammadiyah, tetapi mereka seakan bungkam. Meskipun Amien Rais tidak lagi
duduk dalam pimpinan persyarikatan suaranya di arus bawah masih didengarkan. Di
sini, sikap provokasinya justru menodai gerakan Muhammadiyah itu sendiri.
Saya pribadi dari awal selalu
menahan diri untuk tidak mengkritiknya secara terbuka. Dua kesempatan untuk
bicara di media televisi dalam waktu prime time saya tolak ketika diminta untuk
membicarakan dirinya karena wawancara saya di Tirto kala itu sedang viral. Bagi
saya, ia masih guru yang masih dihormati. Namun, makin ke sini, saya tidak bisa
menahan diri. Tindakan dan ucapannya justru memantik provokasi lebih luas bukan
malah menenangkan.
Ada ragam alasan sebenarnya mengapa
kemudian banyak yang bungkam kepada Amien Rais; persoalan keengganan,
ketergantungan resource, hingga masa depan karirnya sendiri dalam organisasi
besar itu. Sementara, harus diakui ia juga memberikan kontribusi besar juga
kepada lingkaran orang-orang sekitarnya. Namun, saat ini sikap diam itu tidak
bisa lagi diterima. Tindakannya, biar bagaimanapun membawa citra buruk untuk
Muhammadiyah yang tidak berpolitik mengambil titik tengah, yaitu netral.