Penulis: Galih
Maulana
Atorccator.Com
- Dalam madzhab Syafi’i, niat puasa Ramadhan itu ada beberapa
ketentuannya; pertama, niat harus dilakukan malam hari sebelum esoknya berpuasa
atau istilahnya “Tabyit”, imam Nawawi dalam kitab al-Majmu’ mengatakan;
تَبْيِيْتُ النِّيةِ شَرْط في صَوْم رَمَضَانِ وَغَيْرِهِ مِنْ
الصَّوْمِ الْوَاجِبِ فَلَا يَصِحُّ صَوْمُ رَمَضَانَ وَلَا الْقَضَاءُ وَلَا
الْكَفَّارَةُ وَلَا صَوْمُ فدية الحج غيرها مِنْ الصَّوْمِ الْوَاجِبِ بِنِيَّةٍ
مِنْ النَّهَارِ بِلَا خِلَافٍ
“Tabyit niat
adalah syarat dari puasa Ramadhan dan puasa wajib lainnya. Tidak ada khilaf
(ulama) bahwa tidak sah puasa Ramadhan, puasa qadha, puasa kafarat, puasa
fidyah haji dan selainnya yang merupakan puasa-puasa wajib apabila niatnya pada
waktu siang hari.”
kedua, niat
puasa ini juga harus dilakukan setiap hari. Apabila ada orang berniat di awal
ramadhan saja, misalnya dia berniat akan berpuasa sebulan penuh, maka semua
puasanya di bulan itu tidak sah, kecuali puasa di hari pertama saja.
تَجِبُ النِّيَّةُ كُلَّ يَوْمٍ سَوَاءٌ رَمَضَانُ وَغَيْرُهُ وَهَذَا
لَا خِلَافَ فِيهِ عِنْدَنَا فَلَوْ نَوَى فِي أَوَّلِ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ
صَوْمَ الشَّهْرِ كُلِّهِ لَمْ تَصِحَّ هَذِهِ النِّيَّةُ لِغَيْرِ الْيَوْمِ
الْأَوَّلِ
“Wajib berniat
di tiap hari, baik untuk puasa Ramadhan atau puasa lainnya, masalah ini tidak
ada khilaf di antara kami (para ulama syafi’iyah). Apabila ada orang berniat di
awal malam Ramadhan akan berpuasa sebulan penuh, maka niatnya ini tidak sah
(berlaku) kecuali untuk hari yang pertama saja.”
Namun, sebagai
tindakan preventif ketika terjadi lupa tidak niat di hari tertentu, dianjurkan
ketika di awal malam Ramadhan untuk berniat puasa sebulan penuh. Syekh Nawawi
al-Bantani dalam kitab Nihayatu al-Zain mengatakan:
وَيُسَن فِي أَولِ الشَّهْر أَن يَنْوِي صَوْم جَمِيعه وَذَلِكَ يُغني
عَن تجديدها فِي كل لَيْلَة عِنْد الإِمَام مَالك فَيسنّ ذَلِك عندنَا لِأَنَّهُ
رُبمَا نسي التبييت فِي بعض اللَّيَالِي فيقلد الإِمَام مَالِكًا
“Disunahkan
ketika di awal bulan (Ramadhan) untuk berniat sebulan penuh. (berniat puasa
sebulan penuh ini) tidak perlu lagi niat tiap harinya menurut imam Malik. Maka
niat (sebulan penuh) ini disunahkan dalam madzhab kami (Syafi’i), karena
mungkin saja orang itu lupa berniat di sebagian malam, maka (ketika itu) dia
bertaklid kepada fatwanya imam Malik.”
Ketiga, niat puasa
itu harus ditentukan spesifikasinya alias di-“Ta’yin”, maksudnya ketika
kita berniat puasa, harus disebutkan perinciannya, seperti puasa apa, jenisnya
apa dan kapan waktunya. Imam Nawawi mengatakan:
قَالَ الشَّافِعِيُّ وَالْأَصْحَابُ لَا يَصِحُّ صَوْمُ رَمَضَانَ
وَلَا قَضَاءٌ وَلَا كَفَّارَةٌ وَلَا نَذْرٌ وَلَا فِدْيَةُ حَجٍّ وَلَا غير ذلك
من الصيام الواحب إلَّا بِتَعْيِينِ النِّيَّةِ
“Imam
Syafi’i dan ulama-ulama syafi’iyah mengatakan: tidak sah puasa Ramadhan, puasa
qadha, puasa kafarat, puasa nadzar, puasa fidyah haji dan puasa waajib lainnya
kecuali dengan niat yang di-ta’yin.”
Mudahnya,
ketika seseorang hendak berniat puasa Ramadhan, maka ketika malam hari, dia
mengatakan dalam niatnya “saya berniat puasa esok hari, yaitu puasa fardhu
Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala”
Para ulama
sudah memberi standar ta’yin niat ini, apa saja yang harus disebutkan dan apa
yang tidak harus disebutkan.
صِفَةُ النِّيَّةِ الْكَامِلَةِ الْمُجْزِئَةِ بِلَا خِلَافٍ أَنْ
يَقْصِدَ بِقَلْبِهِ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَان هَذِهِ السَّنَةَ
لِلَّهِ تَعَالَى
“Tatacara niat
yang sempurna, yang sah menurut para ulama tanpa adanya khilaf adalah,
seseorang berniat dalam hatinya akan berpuasa esok hari, yaitu puasa fardhu
Ramadhan tahun ini karena Allah Ta’ala.”
Ketiga hal di
atas, yaitu tabyit niat, niat harus tiap malam dan ta’yin niat, sudah dipahami
oleh ulama-ulama kita di Indonesia. Sebagai bentuk pengajaran kepada umat dan
implementasi dari teori fiqh Syafi’i, maka para ulama kita menganjurkan agar
setiap malam selepas taraweh, jama’ah dibimbing melafadzkan niat, tujuannya,
pertama, supaya jama’ah tidak lupa berniat (karena niat harus di malam hari dan
di tiap malam), kedua, supaya jama’ah tau perincian niat yang harus disebutkan
dalam hati, yaitu niat puasa esok hari, puasa fardhu Ramadhan tahun ini karena
Allah Ta’ala, atau dalam bahasa arabnya
نَوَيْتُ صَوْمَ غَدٍ عَنْ أَدَاءِ فَرْضِ رَمَضَان هَذِهِ السَّنَة
لِلَّهِ تَعَالَى
Nawaitu shauma
ghadin ‘an adaa i fardhi ramadhani haadzihis sanati lillaahi ta’aala.
Artinya: saya
niat puasa esok hari, yaitu puasa fardhu Ramadhan tahun ini karena Allah
Ta’ala.
Jadi sangat
jelas, bahwa apa yang dilakukan oleh ulama-ulama di tanah air ini bukan
asal-asalan, melainkan sebagai bentuk ijtihad dan pengajaran pada umat yang
berdasarkan pada madzhab Syafi’i. Adapun beberapa kelompok yang menganggap
tidak boleh melafadzkan niat, maka ketahuilah, melafadzkan niat itu dianjurkan
menurut mayoritas ulama, cukuplah apa yang dikatakan imam Nawawi yang mewakili
madzhab Syafi’i:
وَمَحَلُّ النِّيَّةِ الْقَلْبُ وَلَا يُشْتَرَطُ نُطْقُ اللِّسَانِ
بِلَا خِلَافٍ وَلَا يَكْفِي عَنْ نِيَّةِ الْقَلْبِ بِلَا خِلَافٍ وَلَكِنْ
يُسْتَحَبُّ التَّلَفُّظُ مَعَ الْقَلْبِ
“Tempatnya niat
adalah hati, tidak disyaratkan untuk diucapkan dengan lisan berdasarkan
kesepakatan ulama. Tidak sah niat yang tidak dengan hati, (masalah ini ) tidak
ada khilaf, tetapi dianjurkan untuk melafadzkan niat dengan lisan bersama
(niat) di hati.”