Ilustrasi foto (kompas) |
Penulis: Sunardian Wirodono
Atorcator.Com - Alhamdulillah, akhirnya partai oposisi mengakui kekalahan.
Tapi ini terjadi di Australia, ketika LNP (Partai Liberal dan Nasional)
mengalahkan Partai Buruh dalam Pemilu Australia beberapa hari lalu (18/5). Bill
Shorten, pemimpin oposisi, mengaku kalah bahkan ketika proses hitung cepat
belum selesai.
Shorten mengaku kampanye lalu sangat sulit, dan kadang
berlangsung keras. “Tetapi, karena sudah selesai, kami semua memiliki tanggung
jawab untuk menghormati hasil pemilu, menghormati kemauan rakyat Australia
untuk merajut negeri ini kembali,” ujar pemimpin kubu oposisi yang sudah
dijalaninya lima setengah tahun. “Begitulah politik seharusnya, yaitu (yang
dilakukan) adalah perang ide,” tutur Shorten.
Tak penting menanyakan apa agama Shorten. Karena untuk
seorang politisi, yang harus ditanyakan adalah apa sumbangan terbaiknya bagi
tumbuhnya demokratisasi. Karena menjadi tugas mereka yang memilih jalan
politik, untuk menjaga marwah kepentingan kebersamaan, bukan kepentingannya
sendiri. Karena untuk kelompok terakhir, politik menjadi begitu manipulatif bagi
yang kalah.
Lihat apa yang terjadi pada Prabowo di Pilpres Indonesia.
Daripada mengaku presiden yang didukung ulama, sementara ulamanya sendiri punya
gagasan lain (mendirikan negara agama dengan menumpangi pilpres), akan lebih
mulia bagi Prabowo jika meniru Shorten. Tapi ketika yang justeru dimainkan
sebuah ketidakjujuran dalam berpolitik, ia menceburkan diri terlalu dalam ke
lumpur. Sehingga pun kalau ada orang menjadi militan, fanatik mendukung, bahkan
rela nyawa terbang karena meyakini itu jihad fisabilillah, masak awoh bener.
Sungguh sebagai orang yang sudah rugi masih merugi pula.
Meski pun kadang orang yang kita anggep tokoh di Indonesia
bisa saja ngomong ngawur. Macam Din Syamsuddin yang kini berbendera MUI. People
power, katanya, adalah hak konstitusional (meski kemudian ia bilang tak akan
mengikuti cara itu). Omongan macam apa ini? People Power dalam istilah politik,
tak bisa dilepaskan dari upaya ‘melawan pemerintahan yang (sudah ditetapkan
secara) konstitusional’. Artinya, setiap upaya yang mendesak, atau tak percaya
pada, pemerintahan yang sah adalah makar.
Semua aktivitas politik bernama people power, adalah
in-konstitusional. Ia baru bisa menghabiskan hal itu konstitusional jika mampu
mengalahkan atau menggulingkan pemerintahan yang sah. Dan atas hal itu, ia
kemudian membuat konstitusi atau pun landasan hukum baru, di mana pemerintahan
yang sah (tapi telah digulingkannya) itu menjadi pihak yang in-kontitusional.
Kebetulan omongannya sama persis dengan Amien Rais, yang juga
mantan Ketua Umum Muhammadiyah sebagaimana Din Syamsuddin. Kini Amien Rais
menjuduli jualannya ‘gerakan nasional kedaulatan rakyat’. Hanya sebagai siyasah
agar tak ditangkap polisi saja. Padahal, mestinya, provokasinya layak tangkap.