Penulis: Muhammad al-Faiz
Selasa 18 juni
2019 08:00
Ilustrasi foto/merdeka |
Atorcator.Com -
Karena baginya wanita adalah petaka, seorang jomblo** nekat
bersumpah untuk tidak akan menikah sampai meminta pendapat, nasihat, dan saran
dari seratus orang.
Sudah 99 orang
yang ia pintai pandangannya. Tinggal satu orang lagi untuk menggenapinya 100.
Sumpahnya, orang ke-seratus yang akan ia mintai pendapatnya itu adalah orang
yang pertama kali bertemu dengannya besok pagi. Sial! Orang pertama yang ia
temui keesokan paginya ternyata adalah orang -yang menurut tampilannya- gila.
Apa boleh buat, demi memenuhi sumpahnya, si mblo terpaksa mengajaknya
bicara.
“Bang, bagiku wanita adalah
petaka. Dan karenanya, aku bersumpah untuk tidak akan menikah sampai meminta
saran dari 100 orang. Nah, engkau adalah orang keseratus. Bagaimana menurutmu?”
Orang gila itu
menjawab: “Wanita itu ada tiga macam,” jawab orang gila itu diplomatis, tak
sesial yang dikira. “(1) Wanita yang menyenangkanmu, (2) wanita yang
menyusahkanmu dan (3) wanita yang tidak menyenangkan dan tidak pula
menyusahkanmu. Wanita yang menyenangkanmu adalah gadis yang belum punya mantan.
Wanita yang menyusahkanmu adalah janda beranak yang menggerogoti hartamu untuk
diberikan kepada anak-anaknya.
Sementara, wanita yang tidak menyenangkan dan
tidak pula menyusahkanmu adalah janda kembang yang bila melihat kebaikan padamu
ia berujar, “memang begitu semestinya”. Namun bila melihat keburukan ia
merindukan mantan (suami)nya tapi tidak jahat padamu.”
Si mblo takjub.
Tak percaya lawan bicaranya gila, ia bertanya, “Sebenarnya, mengapa kau jadi
gila begini?”
“Hmm.. Aku
adalah seorang ahli agama, fakih. Aku dicalonkan jadi hakim pemutus perkara.
Namun, aku takkan bisa membuat Allah rida dengan apa yang kuputuskan bila aku
membuat orang-orang itu senang. Karenanya, aku memilih gila. Aku pun selamat.”
*Kisah ini
diterjemahkan dan dinarasikan dari kitab ‘Uqalā
al-Majānīn karya Abu
al-Qasim al-Naisabūrī.
**Dalam KBBI,
kata penulisan yang benar dari kata jomblo adalah jomlo.
Selengkapnya di sini
- · Muhammad al-Faiz Mahasiswa Pasca Sarjana UIN Surabaya dan Alumni Pesantren Ilmu Hadis Darus-Sunnah