Penulis: Don
Zakiyami
Rabu 19 juni
2019 20:08
Ilustrasi foto/Ustadz Firanda |
Atorcator.Com -
Ustaz Firanda Andirja Abidin ditolak di Aceh ketika hendak
menyampaikan ceramah. Penolakan terjadi pada Kamis (13/06) di Masjid Al-Fitrah
Banda Aceh. Polemik terjadi, ada yang pro dan kontra atas penolakan tersebut.
Masing-masing menyampaikan dalil aqlinya, dan bisa jadi sama-sama benar. Namun
demikian perlu beberapa pelurusan sekaligus klarifikasi agar tidak menjadi
catatan buruk toleransi beragama di Aceh. Pada dasarnya rakyat Aceh sangat
toleran atas perbedaan selama perbedaan tidak memaksakan harus ikut pemahaman
tersebut.
Dalam hal kasus
Ustaz Firanda, ada beberapa pemahaman beliau yang dianggap tidak sesuai dengan
yang dipahami kebanyakan rakyat Aceh (baca;Islam di Aceh). Tentu saja tidak
menjadi keresahan apabila menyangkut fiqh. Akan tetapi kabarnya sudah memasuki
wilayah tauhid. Misalnya penyimpangan keyakinan Wahabi bahwa Tuhan bersemayam
di atas langit, ini menyimpang dari keyakinan orang dayah (pesantren) di Aceh.
Ustaz Firanda terindikasi menyebarkan ajaran tersebut berdasarkan video-video
ceramahnya.
Bagi saya benar
tidaknya vonis tersebut, perlu kajian sekaligus proses dialektika. Cara
kekerasan tidak akan menyelesaikan apapun, tidak akan ada solusi apapun. Dalam
hal ini peran MPU (Majelis Permusyawaratan Ulama) MUI-nya Aceh sangat
diperlukan. MPU harus menjelaskan sekaligus mengklarifikasi terkait isi ceramah
Ustaz Firanda.
Kalau memang
pemahaman konten ceramah Ustaz Firanda tidak sesuai dengan pemahaman kebanyakan
Islam di Aceh, maka setiap akan mengadakan ceramah di Aceh perlu diberi
beberapa batasan. Misalnya ceramah yang terkait khilafiyah terutama terkait
tauhid sebaiknya disampaikan dalam forum sesama ulama bukan masyarakat awam.
Kemudian, Ustaz Firanda maupun yang satu pemahaman dengannya sebaiknya tidak
menggunakan kalimat vonis sesat atas perbedaan apalagi pemahaman mayoritas di
Aceh.
Islam
menganjurkan kita saling menasehati dalam kebenaran namun harus pula atas
kesabaran (QS.103:3). Dengan demikian bila Ustaz Firanda ingin menyampaikan
kebenaran sebaiknya dilakukan dengan perlahan. Tidak memvonis bahwa pemahaman
selain yang dipahaminya salah. Mengapa Muhammadiyah bisa berkembang di Aceh
padahal mereka tidak qunut subuh? Sebabnya mereka tidak memaksakan kehendak,
silahkan berqunut dan silahkan tidak.
Dakwah
Muhammadiyah dan NU meski berbeda dalam beberapa pemahaman fiqh sangat diterima
rakyat Aceh. Itu artinya Ustaz Firanda dan pengikutnya sebaiknya belajar dari
dua ormas Islam tersebut. MPU Aceh sebaiknya memberi pemahaman kepada khalayak
yang terlanjur emosional atas ceramah-ceramah Ustaz Firanda. Jangan sampai
panitia menjadi sasaran kekerasan karena dianggap pengikut Ustaz Firanda. Bila
yang berbeda agama dapat hidup berdampingan, mengapa internal Islam harus
saling mencaci.
Cara pandang
dan cara menilai seseorang terhadap sebuah pemahaman baru tentu tidak sama.
Karenanya pendekatan kultural sebagaimana Syekh Maulana Malik Ibrahim
menyebarkan Islam di Aceh juga perlu dipelajari para pendakwah. Sebelum Islam
hadir di Aceh sudah ada agama lain. Mengapa Islam akhirnya diterima, bahkan mayoritas
di Aceh? Karena Syekh Maulana Malik Ibrahim dan anak-cucunya menyebarkan dengan
pendekatan yang benar.
Pemahaman ini
yang kadang kala dilupakan para Ustaz di Indonesia. Cara dakwah dengan klaim
paling benar, dan yang lain sangat salah, bukanlah cara yang compatible untuk
semua orang. Tidak semua aplikasi Android cocok dengan smartphone. Sampaikan
kebenaran sebaiknya dengan cara yang benar, menyejukan tanpa harus menganggap
pemahaman orang lain sangat sesat.
Tulisan ini
sebelumnya pernah dipublikasikan di islami.co
- Don Zakiyami Ketua Umum JIMI (Jaringan Intelektual Muda Islam) yang suka ngopi