Penulis: Moh. Syahri
Sabtu 6 Juli 2019 02:00
Ilustrasi foto/brilli |
Atorcator.Com - Hal yang
mungkin tidak banyak dirasakan seseorang sebagai sebuah pahala besar adalah
berpikir. Tentu berpikir dalam hal-hal yang positif. Karena bagaimanapun suatu
pekerjaan bisa berhasil adalah disebabkan tidak jauh dari hasil berpikir. Jadi
tidak heran, kenapa di dalam Alquran sering kali menemukan bacaan di akhir ayat
“afala ta’qilun” afala tatafakkarun” karena saking pentingnya berpikir.
Luar biasanya,
satu-satunya makhluk Allah yang diberikan otak untuk berpikir adalah manusia.
Sehingga manusia dituntut untuk selalu berpikir dalam setiap tindakan dan
keputusannya. Jika manusia tidak berpikir terlebih dahulu sebelum bertindak,
apa bedanya dengan makhluk lain yang tidak diberikan otak.
Baca juga: Tuhan Para Pembenci
Pikiran yang
baik akan menghasilkan produk yang baik. Berpikir yang baik bukan semata-mata
untuk kepentingan dirinya sendiri, tapi untuk kepentingan ummat manusia. Sebab
pada hakikatnya berpikir itu tidak cukup jika tidak bersinergi dengan nurani
kita sebagai manusia. Sebagaimana dikatakan oleh sebagian ulama ‘arif billah:
الفكرة سراج القلب فإذا ذهبت فلا إضاءة له
“Pikiran itu
adalah pancaran dari hati, jika pikiran itu hilang maka tidak akan lagi
bersinar”
Maka dari itu,
stabilitas rohani dan hati akan berpengaruh pada cara berpikir. Karena pikiran
yang baik itu tergantung pada kejernihan hati. Begitu juga dengan kecerdasan.
Manakala kecerdasan tidak turun ke hati maka akan muncul tindakan yang tidak
tepat sasarannya. Sebagaimana dikatakan oleh Abdullah bin Alawi dalam kitab Risalatul
Mu’awanah, hal. 11
واعلم أن صلاح الدنيا والدين موقوف على
صحة التفكر
“Ketahuilah
bahwasanya kebaikan dunia dan agama tergantung pada kesehatan atau kejernihan
berpikir”.
Maka semakin
jelas, bahwa posisi otak manusia adalah berpikir tentang kemaslahatan agama dan
bangsa. Sebab Rasulullah pernah bersabda:
تفكرو ا في آيات ولا تفكروا فى الله
“Berpikirlah
kamu tentang tanda-tanda kekuasaan Allah (makhluk Allah) dan jangan berpikir
tentang Allah”
Baca juga: Gus Dur Sosok Negarawan Sejati
Dengan
demikian, berpikir itu akan bernilai ibadah. Sebagaimana dikatakan oleh
sebagian ulama yang juga dikutip dari kitab Risalatul Mu’awanah hal.
11,
تفكر ساعة خير من عبادة سنة
“Berpikir
sesaat itu lebih baik dari ibadah satu tahun”
Selengkapnya di sini