Penulis: Muhammad Taufiq Ahaz
Kamis 4 Juli 2019 00:07 WIB
Kamis 4 Juli 2019 00:07 WIB
Syaikhona Kholil Bangkalan |
Atorcator.Com - Syaikhona Kholil merupakan Ulama Sufi Nusantara yang berasal dari Bangkalan, Madura. Syaikhona Kholil berasal dari keluarga Ulama. Ayahnya, K.H. Abdul Lathif, mempunyai pertalian darah dengan Sunan Gunung Jati. Selain sebagai Ulama yang berjuang dalam ilmu pengetahuan, beliau juga berjuang melawan kolonialisme. Beliau masyhur memiliki karamah yang di luar dugaan manusia.
Konsep dakwah tasawufnya bercorak wasathiyah, i’tidal dan tasamuh. Syaikhona Kholil juga merupakan inspirator berdirinya Nahdlatul Ulama. Hal ini terbukti dari ceramah salah satu muridnya, K.H. As’ad Syamsul Arifin, Sukorejo Sitobondo. K.H. As’ad Syamsul Arifin menjadi penghubung antara Syaikhona Kholil dengan muridnya, K.H. Hasyim Asyari.
Menyikapi permasalahan di Nusantara yang sangat kompleks, sekitar 1924 M Syaikhona Kholil memanggil santrinya K.H. As’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan sebuah tongkat kepada K.H. Hasyim Asyari. Pada saat memberikan tongkat itu, Syaikhona Kholil membacakan firman Allah:
“Apakah itu yang di tangan kananmu hai Musa? Berkata Musa: “Ini adalah tongkatku, aku berpegangan padanya, dan aku pukul (daun) dengannya untuk kambingku, dan bagiku ada lagi keperluan yang lain padanya.” Allah berfirman: “Lemparkanlah ia, hai Musa!” Lalu dilemparkannyalah tongkat itu, maka tiba-tiba ia menjadi seekor ular yang merayap dengan cepat. Allah berfirman: “Peganglah ia dan jangan takut, Kami akan mengembalikannya kepada keadaannya semula.” (QS. Thaha: 17-21)
Sesampainya di Tebu Ireng, K.H. Hasyim Asyari heran atas pemberian tongkat tersebut. Lalu K.H. As’ad menceritakan bahwa Syaikhona Kholil saat memberikan tongkat kepadanya sambil membaca al-Quran surat Thaha 17-21. K.H. Hasyim Asyari pun bergembira karena tongkat ini merupakan isyarat bahwa Gurunya, Syaikhona Kholil merestui K.H. Hasyim Asyari untuk mendirikan organisasi keagamaan.
Tahun 1924 M akhir, Syaikhona Kholil kembali memanggil K.H. Asa’ad Syamsul Arifin untuk mengantarkan sebuah tashbih kepada K.H. Hasyim Asyari. Saat memberikan tashbih tersebut, Syaikhona Kholil memegang ujung tashbih kemudian berkata, “Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.”
Sesampainya di Tebu Ireng, lagi-lagi K.H. Hasyim Asyari keheranan. Lalu KH. Asa’ad Syamsul Arifin bercerita bahwa Syaikhona Kholil berkata “Ya Jabbar, Ya Jabbar, Ya Jabbar. Ya Qahhar, Ya Qahhar, Ya Qahhar.”. K.H. Hasyim Asyari akhirnya mengerti dan berdauh, “Siapa yang berani pada jam’iyah Ulama akan hancur. Siapa yang berani pada ulama akan hancur.”
Tongkat dan tasbih memiliki arti dan filosofi yang mendalam terkait sosial keagamaan dan komitmen kebangsaan. Tongkat menunjukkan kekuasaan dan negara. Sedangkan tasbih merupakan simbol agama. Secara tidak langsung Syaihona Kholil menitipkan amanah besar kepada Nahdlatul Ulama untuk selalu menegakkan Agama Islam dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Syaikhona Kholil terinpirasi dari tasawwufnya Imam Al-Ghazali yang menegaskan bahwa agama dan negara tidak bisa dipisahkan. Syaikhona Kholil menolak konsep Negara Sekuler. Agama tanpa adanya Negara akan sirna, karena Negara adalah tempat berpijak (tanah air) untuk meneggakan Agama. Begitu juga Negara tanpa Agama juga akan runtuh, karena Agama merupakan ruh dari sebuah tatanan Negara.
Walhasil, adagium “Al-Islam din wa daulah”tersirat dari ijtihad tasawwuf Syaikhona Kholil yang bertujuan untuk menjaga nilai-nilai syariat Islam yang terkandung dalam Maqashid Syariah.
Selengkapnya di sini
- Muhammad Taufiq Ahaz Dosen Fakultas Syariah IAIN Madura, Awardee LPDP & Kandidat Doktor di International Islamic University Malaysia, Wakil Ketua PCI NU Malaysia