Penulis: Rozzaq Imam
Ahad 14 juli 2019
Santri Rinjani |
Atorcator.Com - Abdullah bin
Mubarak adalah salah satu Tābi’it Tābi’īn yang mulia. Dua tahun
sekali ia melaksanakan ibadah haji. Pada tahun tidak pergi haji, ia pergi
berperang, jihad fi sabilillah.
Di dalam kitab Syaraḥ
al-Yāqūt an-Nafīs, ada sebuah cerita unik yang dialami Abdullah bin Mubarak.
Suatu hari beliau menghadiri salat Istisqa’ di Bagdad. Pada saat itu di
dekatnya ada seorang budak yang hitam lagi kurus. Dari sinilah kisah unik
beliau dimulai:
Aku mendengar
budak itu berdoa: “Ya Allah, sungguh hamba-hamba-Mu datang kepada-Mu meminta
siraman dan meminta hujan dari-Mu. Ya Allah, dengan cinta-Mu padaku, siramilah
mereka, sekarang.”
Tiba-tiba
datanglah mendung dan turunlah hujan. Aku masih memandang budak itu. Aku yakin
budak itu adalah orang saleh dan takwa. Aku terus mengamatinya dan mengikuti
jalannya dari belakang secara diam-diam. Hingga akhirnya ia memasuki rumah
pedagang budak. Tahulah aku kalau ia adalah salah satu budak yang dijual di
sana. “Besok aku akan datang membelinya,” batinku.
Besoknya aku
mendatangi si pedagang budak. Kubilang padanya: “Aku ingin membeli salah satu
budakmu.” Lalu ia menawarkan budak-budaknya satu persatu padaku. Jumlah
budaknya nyaris empat puluh orang. Semuanya ia tawarkan padaku. Tak ada
kujumpai budak yang kucari. Sampai si pedagang putus asa.
“Apa maumu?
Sudah kutawarkan budak-budak yang kuat dan baik kerjanya. Semua budak yang ada
padaku sudah kutawarkan padamu!” kata si pedagang.
Aku bertanya,
“Masihkah ada lagi selain semua budak yang sudah kulihat?”
Si pedagang
menjawab, “Tidak ada lagi, kecuali seorang budak lemah yang bukan apa-apa.”
Sungguh budak yang dimaksud tidak ada artinya bagi si pedagang.
“Perlihatkan
dia padaku,” kataku.
Si pedagang
memperlihatkannya, dan benar saja, dialah orang yang kucari. Langsung saja
kubilang padanya, “Budak inilah yang kumau.” Kami pun membicarakan soal harga.
Aku jadi membelinya dan kubawa ia berjalan-jalan.
Di jalan,
dengan tutur lembut aku berkata, “Akulah budak dan kau tuannya.”
Ia bertanya,
“Tuanku, apa yang membuatmu begini?”
“Dari dirimu
aku melihat sesuatu yang membuatku berkata demikian.”
“Apa yang kau
lihat?” Ia mulai curiga.
“Sungguh, pada
saat Istisqa’ kemarin aku melihatmu memanjatkan doa pada Allah, dan tak lama
orang-orang disirami hujan.”
Ia diam tak
menjawab. Hingga kami melewati sebuah masjid dan ia berkata, “Tuanku, apakah
kau bermurah hati padaku dengan mengizinkan aku melakukan salat dua rakaat di
masjid ini?”
“Silakan,”
jawabku.
Ia memasuki
masjid, aku mengikutinya. Ia melaksanakan salat dua rakaat, aku mengamatinya.
Setelah berucap
salam, aku mendengarnya bermunajat, “Ya Allah, sesungguhnya rahasia antara Kau
dan aku sudah terbuka, maka ambillah aku menghadap-Mu.”
Kemudian ia
mengucapkan dua kalimat syahadat; tidur memiringkan tubuhnya menghadap kiblat;
ruhnya pergi meninggalkan tubuhnya yang kurus-hitam pekat; memenuhi panggilan
menuju pertemuan tanpa sekat.
Selengkapnya di sini
- Rozzaq Imam Santri Pesantren Lirboyo Kediri asal Sumenep. Aktif mengajar di Pondok Pesantren Putri Hidayatul Mubtadi-aat, Kediri.