Penulis: Bramma Aji Putra
Sabtu 20 Juli 2019
Atorcator.Com - Suatu hari, Kyai Kholil diminta salah satu santri memimpin doa tahlil di Gresik. Ia menyanggupinya. Saking senangnya, si santri tadi menyembelih satu ekor sapi. Shodaqoh cukup besar waktu itu. Saat pelaksanaan tahlil, Kyai Kholil hanya membaca la ilaha illallah 3x dan ditutup muhammadurrasulullah. Diakhiri doa. Singkat dan padat.
Shohibul hajat pun melongo. Kecewa. Sudah disembelihkan sapi, kalimat tahlil hanya tiga kali. Kyai Kholil lantas pulang. Beberapa hari berselang, si santri yang kecewa ini lantas sowan ke Bangkalan. Ia memberanikan diri matur keberatannya saat Kyai Kholil memimpin tahlil tempo hari.
“Kyai, saya kan sudah menyembelih sapi, masak tahlil hanya tiga kali?” tanyanya.
Tanpa ba-bi-bu, Kyai Kholil dawuh, “Kamu masih punya satu ekor yang lebih besar kan di rumah? Besok dibawa kesini ya!”
Keesokan harinya, santri menghadap Kyai Kholil lengkap menuntun seekor sapi berukuran besar. “Besar juga ya sapi kamu, lebih besar daripada yang disembelih saat tahlilan kemarin… ” ungkap Kyai Kholil sambil menepuk-nepuk sapi.
Santri empunya sapi hanya tersenyum, sedikit bangga.
Di hadapan para santri lainnya, Kyai Kholil berujar, “Cung, buatkan aku timbangan besar dari glugu, dan bawakan aku secarik kertas.”
Tak lama kemudian, timbangan dari pohon kelapa telah jadi. Sapi milik santri tadi ditambatkan di sisi kiri. Timbangan pun timpang, berat sebelah. Kyai Kholil lantas menulis kalimat tahlil 3 kali dan kalimat muhammadurrasulullah, persis saat memimpin tahlil. Kertas ditancapkan di timbangan sebelah kanan. Sontak, yang sebelumnya berat sebelah kiri langsung jomplang berat di kanan. Berat seekor sapi gemuk tidak ada apa-apanya dengan selembar kertas yang ditulis Kyai Kholil. Semua santri melongo. Lebih-lebih santri yang punya sapi: ia semaput.
Kisah di atas mengingatkan kepada kita bagaimana kekuatan barokah doa kyai. Mungkin lafadz dan untaian doa yang dipanjatkan sama, namun hasilnya sungguh berbeda. Kebeningan hati menjadi kunci. Sementara perilaku dosa yang terus kita lakukan, membuat doa yang telah dilangitkan seolah menguap begitu saja.
Barangkali ini menjadi jawaban mengapa doa kita seperti belum mewujud nyata. Namun, terlepas dari itu semua, kita diwajibkan untuk tidak berputus asa. Terus berdoa, berdoa dan berdoa. Karena kesempatan untuk berdoa, merupakan sebuah anugerah tersendiri. Kita harus banyak-banyak bersyukur. Seperti yang kerap diingatkan Gus Baha’: “Kok bisa-bisanya, orang banyak dosa seperti kita masih diberi kesempatan untuk beribadah dan berdoa?”
Alhamdulillah, semoga bermanfaat.
Ngoto, Juli 2019
Selengkapnya bisa dibaca di BangkitMedia
Sabtu 20 Juli 2019
Shohibul hajat pun melongo. Kecewa. Sudah disembelihkan sapi, kalimat tahlil hanya tiga kali. Kyai Kholil lantas pulang. Beberapa hari berselang, si santri yang kecewa ini lantas sowan ke Bangkalan. Ia memberanikan diri matur keberatannya saat Kyai Kholil memimpin tahlil tempo hari.
“Kyai, saya kan sudah menyembelih sapi, masak tahlil hanya tiga kali?” tanyanya.
Tanpa ba-bi-bu, Kyai Kholil dawuh, “Kamu masih punya satu ekor yang lebih besar kan di rumah? Besok dibawa kesini ya!”
Keesokan harinya, santri menghadap Kyai Kholil lengkap menuntun seekor sapi berukuran besar. “Besar juga ya sapi kamu, lebih besar daripada yang disembelih saat tahlilan kemarin… ” ungkap Kyai Kholil sambil menepuk-nepuk sapi.
Santri empunya sapi hanya tersenyum, sedikit bangga.
Di hadapan para santri lainnya, Kyai Kholil berujar, “Cung, buatkan aku timbangan besar dari glugu, dan bawakan aku secarik kertas.”
Tak lama kemudian, timbangan dari pohon kelapa telah jadi. Sapi milik santri tadi ditambatkan di sisi kiri. Timbangan pun timpang, berat sebelah. Kyai Kholil lantas menulis kalimat tahlil 3 kali dan kalimat muhammadurrasulullah, persis saat memimpin tahlil. Kertas ditancapkan di timbangan sebelah kanan. Sontak, yang sebelumnya berat sebelah kiri langsung jomplang berat di kanan. Berat seekor sapi gemuk tidak ada apa-apanya dengan selembar kertas yang ditulis Kyai Kholil. Semua santri melongo. Lebih-lebih santri yang punya sapi: ia semaput.
Kisah di atas mengingatkan kepada kita bagaimana kekuatan barokah doa kyai. Mungkin lafadz dan untaian doa yang dipanjatkan sama, namun hasilnya sungguh berbeda. Kebeningan hati menjadi kunci. Sementara perilaku dosa yang terus kita lakukan, membuat doa yang telah dilangitkan seolah menguap begitu saja.
Barangkali ini menjadi jawaban mengapa doa kita seperti belum mewujud nyata. Namun, terlepas dari itu semua, kita diwajibkan untuk tidak berputus asa. Terus berdoa, berdoa dan berdoa. Karena kesempatan untuk berdoa, merupakan sebuah anugerah tersendiri. Kita harus banyak-banyak bersyukur. Seperti yang kerap diingatkan Gus Baha’: “Kok bisa-bisanya, orang banyak dosa seperti kita masih diberi kesempatan untuk beribadah dan berdoa?”
Alhamdulillah, semoga bermanfaat.
Ngoto, Juli 2019
Selengkapnya bisa dibaca di BangkitMedia
- Bramma Aji Putra, Humas Kementerian Agama DIY dan Pengurus LTN PWNU DIY