Penulis: Moh. Syahri
Jumat 26 Juli 2019
Atorcator.Com - Mau diusik dengan propaganda macam apapun bapak saya tak pernah merasa ketar-ketir sedikitpun dengan isu rokok. Ya begitulah bapak saya, mungkin lebih tepatnya bapak saya itu bandel dan ngeyelan soal rokok. Pecinta rokok berat alias aktivis rokok yang sepertinya kelasnya sudah tak tertandingi oleh siapapun.
Konon pernah suatu saat bapak saya terkenak penyakit batuk. Batuknya luar biasa parah, sampe ngelkel (berdahak). Namun karena bapak saya itu perokok berat dan sudah level kelas berat. Beliau tetap merokok dengan kondisi memprihatinkan seperti itu. Alm, ibu saya marah, dan nyuruh berhenti dengan nada yang agak keras karena kasian dengan bapak dan nggak tega (namanya juga cinta) yang tiap hari merokok padahal kondisinya sudah tidak karuan lagi.
Di situlah bapak saya mulai berhenti merokok sampai 2 hari. Sambil iseng-iseng saya tanya, "kok bapak berhenti merokok?"
"Iya gimana nggak mau berhenti wong dompet saya diumpetin sama ibumu, nggak tau diumpetin dimana?" Jawabnya sambil cengengesan.
Ajur.......bapak saya nih......saya kira berhenti merokok karena manut nasehat ibu. Ternyata tidak, beliau tak bisa beli rokok lagi, karena dompetnya ditaruh oleh ibu (alfatihah untuk ibu)
Bapak saya pernah bilang gini ketika masih santer-santernya peringatan rokok dengan gambar yang mengerikan itu:
"areyah gember rokok mak Kun lakonah kok nako'en maloloh, Mon rokok e larang, iyeh engkok tak bisa alakoh, tak bisa atanih" (Ini gambar rokok kok kerjaannya nakut-nakuti terus, klo rokok dilarang saya tak bisa bekerja dan tak bisa bertani).
Sebenarnya tak perlu ditanggapi serius pernyataan bapak saya di atas itu. Sebab, memang benar adanya, sekali bekerja dan bertani bapak saya tak pernah ketinggalan rokok, rokok kesukaan beliau adalah rokok OEPET. Rokok yang sudah melegenda. Rokok yang memang menyimpan banyak sejarah di kalangan para pecangkul sawah dan kaum tani. Sebab tak keliru kiranya jika rokok ikut andil dalam bagian meningkatkan kinerja petani.
Bayangkan, di rumah setiap kali ada hajatan, baik itu pernikahan, gotong royong membangun rumah, nyangkul sawah, ngarit padi dll, yang pertama kali ditanyakan oleh warga adalah, kopi dan rokok. Rokok mana rokok?. Urusan makanan itu belakangan. Jadi, rokok itu paling utama dibanding makanan. Tidak salah jika rokok bisa jadi penentu keberhasilan suatu hajat. Ya memang sedikit ngerri budaya di rumah saya. Mau apa lagi? Klo nggak mau belikan rokok mendingan nggak usah bikin hajatan.
Bagi bapak saya, rokok itu bagian dari kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sehari-harinya. Sekalipun beliau tidak tau bahwa bea cukai pada 2018 berhasil memenuhi target APBN 2018. Bahkan kabarnya, naik 6,7% dari 2017. Dan secara tidak langsung beliau sudah mengambil bagian dalam meningkatkan kabar di atas. Begitulah kira-kira.
Jumat 26 Juli 2019
Atorcator.Com - Mau diusik dengan propaganda macam apapun bapak saya tak pernah merasa ketar-ketir sedikitpun dengan isu rokok. Ya begitulah bapak saya, mungkin lebih tepatnya bapak saya itu bandel dan ngeyelan soal rokok. Pecinta rokok berat alias aktivis rokok yang sepertinya kelasnya sudah tak tertandingi oleh siapapun.
Konon pernah suatu saat bapak saya terkenak penyakit batuk. Batuknya luar biasa parah, sampe ngelkel (berdahak). Namun karena bapak saya itu perokok berat dan sudah level kelas berat. Beliau tetap merokok dengan kondisi memprihatinkan seperti itu. Alm, ibu saya marah, dan nyuruh berhenti dengan nada yang agak keras karena kasian dengan bapak dan nggak tega (namanya juga cinta) yang tiap hari merokok padahal kondisinya sudah tidak karuan lagi.
Di situlah bapak saya mulai berhenti merokok sampai 2 hari. Sambil iseng-iseng saya tanya, "kok bapak berhenti merokok?"
"Iya gimana nggak mau berhenti wong dompet saya diumpetin sama ibumu, nggak tau diumpetin dimana?" Jawabnya sambil cengengesan.
Ajur.......bapak saya nih......saya kira berhenti merokok karena manut nasehat ibu. Ternyata tidak, beliau tak bisa beli rokok lagi, karena dompetnya ditaruh oleh ibu (alfatihah untuk ibu)
Bapak saya pernah bilang gini ketika masih santer-santernya peringatan rokok dengan gambar yang mengerikan itu:
"areyah gember rokok mak Kun lakonah kok nako'en maloloh, Mon rokok e larang, iyeh engkok tak bisa alakoh, tak bisa atanih" (Ini gambar rokok kok kerjaannya nakut-nakuti terus, klo rokok dilarang saya tak bisa bekerja dan tak bisa bertani).
Sebenarnya tak perlu ditanggapi serius pernyataan bapak saya di atas itu. Sebab, memang benar adanya, sekali bekerja dan bertani bapak saya tak pernah ketinggalan rokok, rokok kesukaan beliau adalah rokok OEPET. Rokok yang sudah melegenda. Rokok yang memang menyimpan banyak sejarah di kalangan para pecangkul sawah dan kaum tani. Sebab tak keliru kiranya jika rokok ikut andil dalam bagian meningkatkan kinerja petani.
Bayangkan, di rumah setiap kali ada hajatan, baik itu pernikahan, gotong royong membangun rumah, nyangkul sawah, ngarit padi dll, yang pertama kali ditanyakan oleh warga adalah, kopi dan rokok. Rokok mana rokok?. Urusan makanan itu belakangan. Jadi, rokok itu paling utama dibanding makanan. Tidak salah jika rokok bisa jadi penentu keberhasilan suatu hajat. Ya memang sedikit ngerri budaya di rumah saya. Mau apa lagi? Klo nggak mau belikan rokok mendingan nggak usah bikin hajatan.
Bagi bapak saya, rokok itu bagian dari kehidupan yang tidak bisa dipisahkan dari kegiatan sehari-harinya. Sekalipun beliau tidak tau bahwa bea cukai pada 2018 berhasil memenuhi target APBN 2018. Bahkan kabarnya, naik 6,7% dari 2017. Dan secara tidak langsung beliau sudah mengambil bagian dalam meningkatkan kabar di atas. Begitulah kira-kira.
- Moh. Syahri Founder Atorcator,| Pernah nyantri di Pondok Pesantren Darul Istiqomah Batuan Sumenep