Penulis: Budi Setiawan
Sabtu 14 September 2019
Atorcator.Com - Terus terang saya bingung dengan pemberitaan soal KPK baik di media mainstream dan juga medsos. Dua media ini sama sekali tidak bisa dijadikan acuan. Masalahnya keduanya sudah menjadi media corong yang sekedar mengutip congor. Gak ada analisisnya "acan-acan."
Media Congor
Semuanya memberitakan orang omong ini dan itu dengan judul yang bombastis untuk mendulang klik bait.
Celakanya analisa bermutu baik dari Kompas atau Jakarta Post semuanya berbayar. Yang ditampilkan di versi online gratisan hanya berita sekelas selembar iklan jasa sedot WC. Sama sekali tidak mencerdaskan.
Akibat dari semua ini, penggiat medsos dengan berbekal gosip berlagak jadi pengamat dengan bumbu sana sini. Bak sudah tahu isi perut lembaga atau orang yang dibincangkan. Dan semua para netizen yang selalu haus kekinian pada nyangap gak keruan. Seolah-olah merasa benar dan dengan kejam membunuh opini yang berseberangan. Dan itu tanpa data yang valid.
Akhirnya, perang opini di dunia maya yang penuh emosian meluber ke dunia nyata. Untuk pertama kalinya terpilihnya ketua KPK diwarnai bakar-bakaran dan tembakan air mata. Sungguh memalukan.
Ta**ban India
Sama memalukannya penyebaran sebutan Ta**ban dan polisi India yang pertama kali di sebut oleh Indonesia's Police Watch. Istilah itu kemudian ditebarkan oleh Denny Siregar yang sama sekali tidak punya kredensial untuk bicara soal KPK.
Dia itu siapa?
Dia itu sama dengan saya dan kita, yang bukan siapa-siapa. Yang tidak tahu isi celana dalamnya KPK. Tapi banyak dari kita yang membebek dari postingan para selebritis medsos yang terus terang makin lama makin memuakkan kelakuannya.
Padahal jika kita mau beranalisa sedikit saja, nampak fakta yang tidak bisa dibantah. Yakni setiap kali ada ketua dan komisioner baru KPK, kita semua ribut kok tapi abis itu tenang.
Kita mengecilkan mereka tapi segera bertepuk tangan ketika ada gubernur atau ketua partai ditangkap KPK.
Kita lupa bahwa kita pernah mencela mereka. Dan kalau mau jujur itu kerja siapa coba? Para pegawai KPK yang kata omongan bocor isinya Ta**ban.
Tapi jika kita tanya yang dimaksud Ta**ban itu apa sih? Ngeles ke mana-mana tanpa data akurat.
Coba itu Denny Siregar kasih bukti kayak apa orang-orang Ta**ban di KPK itu.
Juga si Pane yang bilang lawannya Ta**ban adalah polisi India. Apakah Firli bagian dari polisi India itu? Coba dijawab dengan bukti dan data bukan cuma imajinasi semata.
Merusak
Wishful thinking dari mereka mereka ini merusak alam pemikiran para pengguna medsos yang ikut-ikutan dan mengiyakan para seleb medsos yang makin berlagak jadi influencret. Banyak kita digiring oleh opini mengedepankan emosi dan imajinasi tanpa bukti kuat. Bahkan ada yang sampai bilang kalau KPK mau bener polisi harus diadu sama polisi.
Maksudnya Firli dengan Novel Baswedan. Ini kan gila. Fakta dan data dikaburkan oleh imajinasi katanya katanya
Jika tidak punya data, sebaiknya kita diam tapi mengamati. Biarkan Firli beradaptasi dan membuktikan janjinya. Biarkan juga Novel Baswedan menanggapi ketua dan komisioner yang baru dan bekerjasama untuk tujuan yang sama. Yakni memberantas korupsi.
Masak kita dorong-dorong dua kubu jika adauntuk bunuh-bunuhan. Enak dong koruptor. Tinggal sewa orang bayaran untuk dukung satu sama lain dengan metode proxy dan model sel piramid yang canggih
Jangan gitulah
Kita harus yakin apapun dialektika di internal mereka, KPK akan tetap menjadi lembaga yang berwibawa dan tangguh dalam membasmi korupsi. Kita dorong mereka untuk berjalan bersama mengatasi perbedaan untuk kebaikan bangsa.
Beri mereka kesempatan bekerja dan bekerjasama.
Save KPK harus diartikan kita menyelamatkan Firli dan pihak yang berseberangan dengan dia. Jangan jadikan masalah internal itu justru membuat kita berkata miring soal KPK.
Kalau kita tidak percaya KPK dan orang-orangnya, siapa lagi yang kita percaya berantas korupsi? Denny Siregar? IPW? Yang kelasnya cuma mediocre? Yang cuma ngomong tapi tanpa data valid yang bisa diverifikasi.
Pencegahan Bukan Cuma Tugas KPK
Jika sekarang KPK prestasinya cuma nangkepin orang ya memang baru segitu. Sebab pencegahan bukan tugas KPK saja. Tapi tugas pemerintah yang harusnya mengedepankan teknologi informatika untuk menjamin transparansi anggaran. Bank Indonesia harusnya mengeluarkan larangan narik uang tunai diatas 100 juta misalnya.
Jadi harus ada goodwill dan langkah nyata dari pemerintah untuk menutupi bolong-bolong anggaran.Ini sebenarnya yang harus dikritisi dalam pencegahan korupsi. KPK tidak mampu berbuat sendirian. Negara ini harus punya sistem yang ampuh meniadakan korupsi.
Dar Der Dor
Tapi kita kan gak pernah fokus kesana. Senengnya kita itu lihat yang heboh dar der dor abis itu kita memaki. Padahal itu cuma kulit saja yang sama sekali belum menyentuh substansi pemberantasan korupsi.
Karena kita juga masih menjadi bagian dari perilaku korup. Yang sudah biasa makan bakwan 3 ngakunya ndublak satu. Atau ngomong sebakul tapi tidak ada data sama sekali.
Dan kibulan itu dengan mudah viral bahkan dibenarkan karena ada seleb medsos yang ngomong sambil korupsi data. Ironisnya, sebagian netizen kemakan omong kosong mereka.
Saya dan Anda tentu bukan bagian dari mereka mereka itu. Yang ulahnya suka mengadu domba untuk kesenangan semata.
Saya dan Anda juga bukan bagian para gerombolan yang cuma ikut-ikutan para pecundang itu karena takut dibilang tidak kekinian. Jangan biarkan kebusukan itu menular ke kepala kita.
Sabtu 14 September 2019
Media Congor
Semuanya memberitakan orang omong ini dan itu dengan judul yang bombastis untuk mendulang klik bait.
Celakanya analisa bermutu baik dari Kompas atau Jakarta Post semuanya berbayar. Yang ditampilkan di versi online gratisan hanya berita sekelas selembar iklan jasa sedot WC. Sama sekali tidak mencerdaskan.
Akibat dari semua ini, penggiat medsos dengan berbekal gosip berlagak jadi pengamat dengan bumbu sana sini. Bak sudah tahu isi perut lembaga atau orang yang dibincangkan. Dan semua para netizen yang selalu haus kekinian pada nyangap gak keruan. Seolah-olah merasa benar dan dengan kejam membunuh opini yang berseberangan. Dan itu tanpa data yang valid.
Akhirnya, perang opini di dunia maya yang penuh emosian meluber ke dunia nyata. Untuk pertama kalinya terpilihnya ketua KPK diwarnai bakar-bakaran dan tembakan air mata. Sungguh memalukan.
Ta**ban India
Sama memalukannya penyebaran sebutan Ta**ban dan polisi India yang pertama kali di sebut oleh Indonesia's Police Watch. Istilah itu kemudian ditebarkan oleh Denny Siregar yang sama sekali tidak punya kredensial untuk bicara soal KPK.
Dia itu siapa?
Dia itu sama dengan saya dan kita, yang bukan siapa-siapa. Yang tidak tahu isi celana dalamnya KPK. Tapi banyak dari kita yang membebek dari postingan para selebritis medsos yang terus terang makin lama makin memuakkan kelakuannya.
Padahal jika kita mau beranalisa sedikit saja, nampak fakta yang tidak bisa dibantah. Yakni setiap kali ada ketua dan komisioner baru KPK, kita semua ribut kok tapi abis itu tenang.
Kita mengecilkan mereka tapi segera bertepuk tangan ketika ada gubernur atau ketua partai ditangkap KPK.
Kita lupa bahwa kita pernah mencela mereka. Dan kalau mau jujur itu kerja siapa coba? Para pegawai KPK yang kata omongan bocor isinya Ta**ban.
Tapi jika kita tanya yang dimaksud Ta**ban itu apa sih? Ngeles ke mana-mana tanpa data akurat.
Coba itu Denny Siregar kasih bukti kayak apa orang-orang Ta**ban di KPK itu.
Juga si Pane yang bilang lawannya Ta**ban adalah polisi India. Apakah Firli bagian dari polisi India itu? Coba dijawab dengan bukti dan data bukan cuma imajinasi semata.
Merusak
Wishful thinking dari mereka mereka ini merusak alam pemikiran para pengguna medsos yang ikut-ikutan dan mengiyakan para seleb medsos yang makin berlagak jadi influencret. Banyak kita digiring oleh opini mengedepankan emosi dan imajinasi tanpa bukti kuat. Bahkan ada yang sampai bilang kalau KPK mau bener polisi harus diadu sama polisi.
Maksudnya Firli dengan Novel Baswedan. Ini kan gila. Fakta dan data dikaburkan oleh imajinasi katanya katanya
Jika tidak punya data, sebaiknya kita diam tapi mengamati. Biarkan Firli beradaptasi dan membuktikan janjinya. Biarkan juga Novel Baswedan menanggapi ketua dan komisioner yang baru dan bekerjasama untuk tujuan yang sama. Yakni memberantas korupsi.
Masak kita dorong-dorong dua kubu jika adauntuk bunuh-bunuhan. Enak dong koruptor. Tinggal sewa orang bayaran untuk dukung satu sama lain dengan metode proxy dan model sel piramid yang canggih
Jangan gitulah
Kita harus yakin apapun dialektika di internal mereka, KPK akan tetap menjadi lembaga yang berwibawa dan tangguh dalam membasmi korupsi. Kita dorong mereka untuk berjalan bersama mengatasi perbedaan untuk kebaikan bangsa.
Beri mereka kesempatan bekerja dan bekerjasama.
Save KPK harus diartikan kita menyelamatkan Firli dan pihak yang berseberangan dengan dia. Jangan jadikan masalah internal itu justru membuat kita berkata miring soal KPK.
Kalau kita tidak percaya KPK dan orang-orangnya, siapa lagi yang kita percaya berantas korupsi? Denny Siregar? IPW? Yang kelasnya cuma mediocre? Yang cuma ngomong tapi tanpa data valid yang bisa diverifikasi.
Pencegahan Bukan Cuma Tugas KPK
Jika sekarang KPK prestasinya cuma nangkepin orang ya memang baru segitu. Sebab pencegahan bukan tugas KPK saja. Tapi tugas pemerintah yang harusnya mengedepankan teknologi informatika untuk menjamin transparansi anggaran. Bank Indonesia harusnya mengeluarkan larangan narik uang tunai diatas 100 juta misalnya.
Jadi harus ada goodwill dan langkah nyata dari pemerintah untuk menutupi bolong-bolong anggaran.Ini sebenarnya yang harus dikritisi dalam pencegahan korupsi. KPK tidak mampu berbuat sendirian. Negara ini harus punya sistem yang ampuh meniadakan korupsi.
Dar Der Dor
Tapi kita kan gak pernah fokus kesana. Senengnya kita itu lihat yang heboh dar der dor abis itu kita memaki. Padahal itu cuma kulit saja yang sama sekali belum menyentuh substansi pemberantasan korupsi.
Karena kita juga masih menjadi bagian dari perilaku korup. Yang sudah biasa makan bakwan 3 ngakunya ndublak satu. Atau ngomong sebakul tapi tidak ada data sama sekali.
Dan kibulan itu dengan mudah viral bahkan dibenarkan karena ada seleb medsos yang ngomong sambil korupsi data. Ironisnya, sebagian netizen kemakan omong kosong mereka.
Saya dan Anda tentu bukan bagian dari mereka mereka itu. Yang ulahnya suka mengadu domba untuk kesenangan semata.
Saya dan Anda juga bukan bagian para gerombolan yang cuma ikut-ikutan para pecundang itu karena takut dibilang tidak kekinian. Jangan biarkan kebusukan itu menular ke kepala kita.