Penulis: Nurbani Yusuf
Selasa 17 September 2019
Atorcator. Com - Apa jadinya jika semua karya dikaitkan dengan ideologi--jawabnya satu: boikot.
Kontroversi film A Man Called Ahok, Hanum dan Rangga dan terakhir The Santri bermula dari dua mainstream yang sejak mula berselisih. Tidak ada yang istimewa sebenarnya, ini hanya pengulangan sejarah perdebatan pemikiran klasik yang populair pada masa menjelang rubuhnya rezim orla, tapi sayangnya sebagian besar hari ini tidak banyak yang tahu bahwa enam puluh tahun yang lalu orang-orang pintar di negeri ini pernah bahas soal ini dengan cerdas dan bermartabat.
REALISME SOSIAL vs HUMANISME UNIVERSAL = MANIFEST KEBUDAYAAN
Dua mainstream yang mendorong manifesto kebudayaan (manikebu) di buat. Pertengkaran para seniman tak bisa dihindari. Diskusi publik lewat tulisan dan lisan bahkan perdebatan panjang di lakukan. Saya senang melihat cara bertengkar para orang pintar dahulu selalu menghasilkan sintesa bukan debat kusir tidak ada ujung pangkal. Mereka tak bawa-bawa nama Tuhan, atau umat dan pengikutnya untuk menekan dan pamer kekuatan. Ini murni soal siapa lebih pintar dan punya wawasan.
Di dalam sejarahnya, Lekra yang diusung Partai Komunis Indonesia atau PKI berhadapan dengan Manikebu (Manifes Kebudayaan). Terjadi suatu kontradiksi, saling berlawanan ketika kedua ideologi ini berhadapan.
Seperti sebuah dialektika, ada tesa yang merupakan sebuah peng-iya-an, ada anti-tesa yang merupakan sebuah pengingkaran dan kemudian sintesa yang mengatasi keduanya; seperti posisi, oposisi dan kemudian komposisi. Kontradiksi hendaklah tidak dimaknai sebagai jalan yang terhambat, akan tetapi sebagai gerak yang mengarah pada kemajuan, sebagaimana dialektika.
Realisme sosialis adalah perwujudan sosialisme di bidang kreasi-sastra. Ini merupakan bagian integral dari kesatuan mesin perjuangan umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan penghisapan atas rakyat pekerja, yakni buruh dan tani dalam menghalau imperialisme-kolonialisme dan meningkatkan kondisi dan situasi rakyat pekerja di seluruh dunia
Realisme sosialis menginspirasi LEKRA atau lembaga kesenian rakyat yang di usung partai komunis. Seni adalah sebentuk keresahan atau kegelisahan massa rakyat. Sedapat mungkin seni menjadi sarana melawan penindasan dan ketidak adilan. Seni untuk rakyat.
Sayangnya kebanyakan tak punya apa-apa--yang diucap hanya benci padahal sama sekali belum pernah lihat--jujur saya akan nonton film ini meski boikot terus digemakan. Ironisnya boikot The Santri diiringi dengan anjuran wajib nonton Hayya--apa ini bukan perang iklan--semacam persaingan berebut pasar penikmat film--dan konon pula yang lantang teriak boikot film kabarnya tak pernah nonton film--lantas apa yang dicari selain gaduh ...
Jadilah penikmat karya yang baik dan tak perlu bawa-bawa ideologi hanya untuk sebuah iklan tontonan ...
@nurbaniyusuf
Penikmat film dan karya sastra Ketua MUI Kota Batu Direktur Agropolitan Televisi
Selasa 17 September 2019
Ilustrasi: SantriNow |
Kontroversi film A Man Called Ahok, Hanum dan Rangga dan terakhir The Santri bermula dari dua mainstream yang sejak mula berselisih. Tidak ada yang istimewa sebenarnya, ini hanya pengulangan sejarah perdebatan pemikiran klasik yang populair pada masa menjelang rubuhnya rezim orla, tapi sayangnya sebagian besar hari ini tidak banyak yang tahu bahwa enam puluh tahun yang lalu orang-orang pintar di negeri ini pernah bahas soal ini dengan cerdas dan bermartabat.
REALISME SOSIAL vs HUMANISME UNIVERSAL = MANIFEST KEBUDAYAAN
Dua mainstream yang mendorong manifesto kebudayaan (manikebu) di buat. Pertengkaran para seniman tak bisa dihindari. Diskusi publik lewat tulisan dan lisan bahkan perdebatan panjang di lakukan. Saya senang melihat cara bertengkar para orang pintar dahulu selalu menghasilkan sintesa bukan debat kusir tidak ada ujung pangkal. Mereka tak bawa-bawa nama Tuhan, atau umat dan pengikutnya untuk menekan dan pamer kekuatan. Ini murni soal siapa lebih pintar dan punya wawasan.
Di dalam sejarahnya, Lekra yang diusung Partai Komunis Indonesia atau PKI berhadapan dengan Manikebu (Manifes Kebudayaan). Terjadi suatu kontradiksi, saling berlawanan ketika kedua ideologi ini berhadapan.
Seperti sebuah dialektika, ada tesa yang merupakan sebuah peng-iya-an, ada anti-tesa yang merupakan sebuah pengingkaran dan kemudian sintesa yang mengatasi keduanya; seperti posisi, oposisi dan kemudian komposisi. Kontradiksi hendaklah tidak dimaknai sebagai jalan yang terhambat, akan tetapi sebagai gerak yang mengarah pada kemajuan, sebagaimana dialektika.
Realisme sosialis adalah perwujudan sosialisme di bidang kreasi-sastra. Ini merupakan bagian integral dari kesatuan mesin perjuangan umat manusia dalam menghancurkan penindasan dan penghisapan atas rakyat pekerja, yakni buruh dan tani dalam menghalau imperialisme-kolonialisme dan meningkatkan kondisi dan situasi rakyat pekerja di seluruh dunia
Realisme sosialis menginspirasi LEKRA atau lembaga kesenian rakyat yang di usung partai komunis. Seni adalah sebentuk keresahan atau kegelisahan massa rakyat. Sedapat mungkin seni menjadi sarana melawan penindasan dan ketidak adilan. Seni untuk rakyat.
Sayangnya kebanyakan tak punya apa-apa--yang diucap hanya benci padahal sama sekali belum pernah lihat--jujur saya akan nonton film ini meski boikot terus digemakan. Ironisnya boikot The Santri diiringi dengan anjuran wajib nonton Hayya--apa ini bukan perang iklan--semacam persaingan berebut pasar penikmat film--dan konon pula yang lantang teriak boikot film kabarnya tak pernah nonton film--lantas apa yang dicari selain gaduh ...
Jadilah penikmat karya yang baik dan tak perlu bawa-bawa ideologi hanya untuk sebuah iklan tontonan ...
@nurbaniyusuf
Penikmat film dan karya sastra Ketua MUI Kota Batu Direktur Agropolitan Televisi