Penulis: Rudi S Kamri
Jumat 4 Oktober 2019
Atorcator. Com - Beberapa tahun terakhir ini saya melihat ada ideologi baru yang seolah menjadi trend di berbagai negara yaitu ideologi hak azasi manusia (HAM). "Ideologi" ini secara gegap gempita dimotori oleh generasi X yang lahir sekitar tahun 1961 - 1980 dan dikembangkan secara masif oleh generasi Y (1980 - 1994) dan generasi Z (1995 - 2010). Mereka dengan bangga mendeklarasikan diri sebagai Social Justice Warriors (SJW) atau Pejuang Keadilan Sosial. Gerakan kaum SJW ini bergema luas seantero dunia karena diamplifikasi oleh berkembangnya media sosial yang pesat saat ini.
Tidak ada yang salah berkembangnya gerakan milenial ini karena gagasan awal kelompok ini melakukan fungsi kontrol terhadap lembaga formal yang ada. Namun akhir- akhir ini saya melihat kelompok ini secara frontal menjadi kelompok penekan bagi pemerintah. Bahkan kelompok SJW ini telah menjelma sebagai kelompok anti kemapanan yang hanya mengedepankan secara kaku dan sempit penghormatan terhadap HAM secara sepihak tanpa memperdulikan kepentingan kepentingan masyarakat luas atau kedaulatan sebuah negara.
Kasus demonstrasi di Hongkong, Papua dan di Jakarta beberapa hari terakhir menegaskan eksistensi kelompok SJW. Mereka hanya memviralkan dari perspektif kepentingan kaum demontran yang digambarkan mendapat perlakuan keras dari aparat keamanan tanpa mau secara seimbang melihat anarkisme yang dilakukan oleh para demonstrans terhadap aparat keamanan atau destruksi fasilitas umum masyarakat luas. Mereka juga menafikan kepentingan politik dari sang mastermind dan kelompok lain menunggangi gerakan massa ini.
Tentu saja ini tidak fair. Kelompok SJW ini tidak peduli terhadap kedaulatan suatu negara atau kepentingan masyarakat luas. Mereka hanya fokus pada kepentingan HAM mereka sendiri. Bahkan mereka tidak canggung menjelekkan bangsa sendiri untuk dijual ke dunia internasional demi mendapatkan simpati dari masyarakat dunia. Karena mereka begitu kuat menguasai media sosial, terkadang isu atau informasi yang mereka suarakan tidak berimbang, tidak obyektif dan sebagian memprovokasi gerakan massa.
Dengan mengutip penjelasan dari Connie Rahakundini, bahwa perang di masa modern ini bukan bertumpu pada kekuatan senjata tapi menggunakan media sosial. Pendapat dari Analis Pertahanan dan Militer tersebut mendapatkan pembenaran dari gerakan masif yang dilakukan para SJW. Mereka dengan cerdas memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan kebenaran versi mereka, meskipun informasi itu terkadang dibengkokkan terlebih dahulu.
Para aktivis SJW tidak pernah sekalipun memviralkan polisi yang babak belur dikeroyok massa atau kepentingan masyarakat luas yang terganggu akibat adanya demonstrasi yang destruktif. Tapi kalau ada seorang demonstran terkena tembakan peluru karet atau kena gas air mata, mereka serta merta menyerang membabi buta aparat keamanan dan negara. Apalagi kalau ada penangkapan aktivis oleh aparat keamanan, mereka akan ganas menekan aparat keamanan untuk membebaskan teman mereka.
Kasus Ananda Badudu dan Dandy Laksono merupakan contoh yang menyesakkan. Kaum SJW menekan Polri dan menggalang opini publik untuk membebaskan kawan-kawan mereka. Kelompok ini tidak ada penghormatan terhadap hukum positif yang berlaku di negara ini. Untuk beberapa kasus, mereka tidak segan-segan mengancam untuk melaporkan ke Komisi HAM PBB. Mereka tidak peduli ancaman disintegrasi bangsa. Mereka hanya mengedepankan HAM secara sempit dan buta
Mereka memegang teguh kredo kebebasan mutlak dalam berekspresi tapi mereka lupa, kebebasan itu ada batasnya dan harus memperhatikan kebebasan orang atau masyarakat lain. Di Indonesia para aktivis SJW ada yang menjadi jagoan di media sosial ada pula yang tergabung jurnalis, aktivis HAM dan ada beberapa tergabung dalam ormas tertentu.
Saya tidak menentang kebebasan mereka menyuarakan kepentingan HAM tapi kepentingan masyarakat lain dan kedaulatan negara harus juga menjadi pertimbangan utama. Perkembangan secara liar dan tak terkendali dari kelompok SJW ini harus diwaspadai oleh pemerintah. Negara tidak boleh takluk oleh kelompok SJW. Karena tidak semua isu yang disuarakan mereka obyektif demi kepentingan rakyat banyak, tapi terkadang ada kepentingan tersembunyi dari kelompok tertentu yang menjadi bandar operasional mereka.
Nasionalisme kita jangan tergadaikan demi kepentingan HAM sempit dan buta yang justru berpotensi mengabaikan kepentingan HAM rakyat dan kedaulatan negara kita tercinta, Indonesia. [Source: Status Facebook Rudi S Kamri]
Salam SATU Indonesia
04102019
Jumat 4 Oktober 2019
Atorcator. Com - Beberapa tahun terakhir ini saya melihat ada ideologi baru yang seolah menjadi trend di berbagai negara yaitu ideologi hak azasi manusia (HAM). "Ideologi" ini secara gegap gempita dimotori oleh generasi X yang lahir sekitar tahun 1961 - 1980 dan dikembangkan secara masif oleh generasi Y (1980 - 1994) dan generasi Z (1995 - 2010). Mereka dengan bangga mendeklarasikan diri sebagai Social Justice Warriors (SJW) atau Pejuang Keadilan Sosial. Gerakan kaum SJW ini bergema luas seantero dunia karena diamplifikasi oleh berkembangnya media sosial yang pesat saat ini.
Tidak ada yang salah berkembangnya gerakan milenial ini karena gagasan awal kelompok ini melakukan fungsi kontrol terhadap lembaga formal yang ada. Namun akhir- akhir ini saya melihat kelompok ini secara frontal menjadi kelompok penekan bagi pemerintah. Bahkan kelompok SJW ini telah menjelma sebagai kelompok anti kemapanan yang hanya mengedepankan secara kaku dan sempit penghormatan terhadap HAM secara sepihak tanpa memperdulikan kepentingan kepentingan masyarakat luas atau kedaulatan sebuah negara.
Kasus demonstrasi di Hongkong, Papua dan di Jakarta beberapa hari terakhir menegaskan eksistensi kelompok SJW. Mereka hanya memviralkan dari perspektif kepentingan kaum demontran yang digambarkan mendapat perlakuan keras dari aparat keamanan tanpa mau secara seimbang melihat anarkisme yang dilakukan oleh para demonstrans terhadap aparat keamanan atau destruksi fasilitas umum masyarakat luas. Mereka juga menafikan kepentingan politik dari sang mastermind dan kelompok lain menunggangi gerakan massa ini.
Tentu saja ini tidak fair. Kelompok SJW ini tidak peduli terhadap kedaulatan suatu negara atau kepentingan masyarakat luas. Mereka hanya fokus pada kepentingan HAM mereka sendiri. Bahkan mereka tidak canggung menjelekkan bangsa sendiri untuk dijual ke dunia internasional demi mendapatkan simpati dari masyarakat dunia. Karena mereka begitu kuat menguasai media sosial, terkadang isu atau informasi yang mereka suarakan tidak berimbang, tidak obyektif dan sebagian memprovokasi gerakan massa.
Dengan mengutip penjelasan dari Connie Rahakundini, bahwa perang di masa modern ini bukan bertumpu pada kekuatan senjata tapi menggunakan media sosial. Pendapat dari Analis Pertahanan dan Militer tersebut mendapatkan pembenaran dari gerakan masif yang dilakukan para SJW. Mereka dengan cerdas memanfaatkan media sosial untuk menyuarakan kebenaran versi mereka, meskipun informasi itu terkadang dibengkokkan terlebih dahulu.
Para aktivis SJW tidak pernah sekalipun memviralkan polisi yang babak belur dikeroyok massa atau kepentingan masyarakat luas yang terganggu akibat adanya demonstrasi yang destruktif. Tapi kalau ada seorang demonstran terkena tembakan peluru karet atau kena gas air mata, mereka serta merta menyerang membabi buta aparat keamanan dan negara. Apalagi kalau ada penangkapan aktivis oleh aparat keamanan, mereka akan ganas menekan aparat keamanan untuk membebaskan teman mereka.
Kasus Ananda Badudu dan Dandy Laksono merupakan contoh yang menyesakkan. Kaum SJW menekan Polri dan menggalang opini publik untuk membebaskan kawan-kawan mereka. Kelompok ini tidak ada penghormatan terhadap hukum positif yang berlaku di negara ini. Untuk beberapa kasus, mereka tidak segan-segan mengancam untuk melaporkan ke Komisi HAM PBB. Mereka tidak peduli ancaman disintegrasi bangsa. Mereka hanya mengedepankan HAM secara sempit dan buta
Mereka memegang teguh kredo kebebasan mutlak dalam berekspresi tapi mereka lupa, kebebasan itu ada batasnya dan harus memperhatikan kebebasan orang atau masyarakat lain. Di Indonesia para aktivis SJW ada yang menjadi jagoan di media sosial ada pula yang tergabung jurnalis, aktivis HAM dan ada beberapa tergabung dalam ormas tertentu.
Saya tidak menentang kebebasan mereka menyuarakan kepentingan HAM tapi kepentingan masyarakat lain dan kedaulatan negara harus juga menjadi pertimbangan utama. Perkembangan secara liar dan tak terkendali dari kelompok SJW ini harus diwaspadai oleh pemerintah. Negara tidak boleh takluk oleh kelompok SJW. Karena tidak semua isu yang disuarakan mereka obyektif demi kepentingan rakyat banyak, tapi terkadang ada kepentingan tersembunyi dari kelompok tertentu yang menjadi bandar operasional mereka.
Nasionalisme kita jangan tergadaikan demi kepentingan HAM sempit dan buta yang justru berpotensi mengabaikan kepentingan HAM rakyat dan kedaulatan negara kita tercinta, Indonesia. [Source: Status Facebook Rudi S Kamri]
Salam SATU Indonesia
04102019