Atorcator.Com - Pelaku penusukan terhadap Menko Polhukam, Wiranto, diduga terpapar
paham radikalisme ISIS, sebagaimana diberitakan Detik.com.
Dalam bukunya yang berjudul “ISIS: A
History” (2016), Fawaz A. Gerges menyatakan bahwa ISIS (The Islamic State of
Iraq and Sham) adalah sebuah gerakan keagamaan yang masuk dalam katagori
“social movement with global networks”, bukan sekedar “mass movement” (gerakan
massa). Penyebaran doktrinasi gerakan ini sangat massif melalui jejaring
internet dan media sosial, semisal You Tube, Facebook, Instagram, dan Twitter.
Oleh karenanya, tak aneh bila dalam waktu yang relatif singkat, gerakan ini
banyak mendapatkan pengikut baru.
Sebagaimana dicatat oleh Michael
Weiss dalam publikasi risetnya yang berjudul “ISIS; The Inside Story” (2015),
banyak orang dinyatakan hilang dan ikut bergabung dengan ISIS setelah
mendengarkan khutbah dan ceramah ISIS melalui media sosial. Terkait hal ini,
pertanyaan yang relevan untuk diajukan ialah bagaimana dan seperti apa
doktrinasi dan ideologisasi ISIS ini “diramu” dari dalil-dalil agama yang
mereka kampanyekan?
Dari titik tolak inilah, buku hasil
penelitian Tim el-Bukhari Institut yang berjudul “Meluruskan Pemahaman Hadis
Kaum Jihadis” ini menemukan resonansi relevansinya. Setidaknya ada tiga argumen
mengapa klaim ini diketengahkan. Pertama, buku yang diberi kata pengantar oleh
Prof. Dr. Said Agil Husin al-Munawar, MA. ini berhasil menelisik teks-teks
Hadis kunci yang dijadikan sebagai sandaran ideologi dan proyeksi gerakan ISIS.
Dengan mendata dan mencermati content majalah “Dabiq” yang dipublikasikan ISIS,
setidaknya terdapat sebelas klasifikasi tema Hadis yang konsisten didakwahkan oleh
ISIS. Diantaranya ialah Hadis Hijrah, Jihad, Ghuraba, keberkahan negeri Syam,
Khilafah, dan Hadis tentang 72 bidadari.
Kedua, dengan perangkat analisis
ilmu Hadis (mushthalah al-hadits), kajian sanad (dirasat al-sanad), dan kajian
matan (dirasat al-matan), buku yang diberi prolog oleh Direktur Wahid
Foundation, Yeni Zannuba Wahid ini lantas mengkaji ulang Hadis-Hadis yang
dipegangi oleh ISIS di atas. Hasilnya adalah cukup signifikan, baik dari
kualitas sanad maupun segi analisis matan, ternyata pemahaman yang
dikampanyekan oleh ISIS (selama ini) menyimpan kelemahan dan kesalah pahaman.
Semisal adanya beberapa rawi Hadis yang ternyata dho’if dan terdapat kesimpulan
pemahaman teks Hadis yang menyimpang dari ajaran-ajaran pokok agama Islam itu
sendiri.
Ketiga, buku yang mendapatkan
testimoni dari Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin, Prof. Dr. KH. Ahmad Zahro,
MA., dan Prof. Dr. Nadirsyah Hosen, Ph.D. ini lantas menyuguhkan pemahaman yang
lebih komprehensif atas teks-teks Hadis di atas. Dengan memadukan kekayaan
literatur klasik dan literatur kontemporer, buku ini penting untuk dibaca dan
didiskusikan lebih lanjut, setidaknya guna menguatkan “narasi damai” dan
meneguhkan eksistensi Islam yang rahmatan lil ‘alamin. {Source: BincamgSyariah}