Pasar Sattoan/shr |
Penulis: Zubairi
Sebagai orang yang tinggal di wilayah Pasongsongan bagian selatan bukit, saya merasa beruntung karena di Kecamatan Rubaru ada pasar tradisional: Pasar Sattoan.
Saya tidak tahu persis sejarahnya kenapa pasar yang terletak di Desa Duko ini diberi nama Pasar Sattoan. Namun, saya punya dugaan, mungkin nama “Sattoan” diambil dari hari di mana pasar ini beroperasi.
Pasalnya, Pasar Sattoan jam bukanya setiap seminggu sekali, yakni setiap Sabtu dari pagi sampai siang hari. Dan bagi orang Madura, Sabtoh, Sattoh dan Settoh, berarti menunjukkan hari Sabtu. Jadi jawabannya, kenapa diberi nama Pasar Sattoan, adalah karena beroperasi setiap hari Sabtu.
Meski cuma beroperasi setiap saban Sabtu, harus diakui bahwa pasar ini menjadi penyelamat bagi warga Pasongsongan bagian selatan.
Tak ada pasar tradisional di Pasongsongan bagian selatan
Di Pasongsongan bagian selatan bukit, sama sekali tak ada pasar, termasuk pasar tradisional. Biasanya warga di sini jika mau ke pasar, ya pergi ke pasar milik kecamatan lain. Entah ke pasar Rubaru, Ambunten maupun Ganding. Hanya saja, pasar Sattoan di Desa Duko Kecamatan Rubaru, lebih terjangkau untuk ditempuh oleh warga Pasongsongan selatan bukit. Seperti warga Desa Rajun, Campaka, dan Lebeng Timur, misalnya.
Jarak yang relatif dekat ke Pasar Sattoan
Seharusnya pasar kami adalah pasar Pasongsongan itu sendiri. Meski tak ada salahnya juga jika kami memilih tidak berbelanja ke pasar asal kecamatan sendiri. Kenapa tidak ke pasar Pasongsongan?
Tentu saja karena faktor jarak tempuh yang lumayan jauh dari Pasongsongan bagian selatan menuju pasar tradisional di utara yang terletak di Desa Panaongan dan Desa Pasongsongan. Untuk sampai ke sana, paling tidak kami butuh waktu 25-35 menit. Jaraknya dari desa saya ke pasar Pasongsongan di Panaongan, 8,3 km, dan 8,5 ke pasar Pao.
Belum lagi untuk desa lain di selatan gunung yang jaraknya lebih jauh seperti Desa Campaka, Montorna, Prancak dan Lebeng Timur. Jelas, jaraknya lebih dari 8 kilo. Maka, waktu normal ke Pasar Pasongsongan jelas lebih lama lagi.
Berbeda dengan Pasar Sattoan, dari rumah saya jaraknya cuma 3,7 kilo. Maka, hanya butuh 10-15 menit untuk sampai ke sana. Selain itu, akses untuk beranjak ke Pasar Sattoan juga mendukung.
Kebutuhan warga Pasongsongan bagian jadi terpenuhi
Pasar Sattoan memang kecil. Jam operasional cuma seminggu sekali, itu pun cuma setengah hari. Tapi jangan salah, meski begitu, Pasar Sattoan punya peran yang vital bagi warga Pasongsongan bagian selatan. Kebutuhan mereka bisa terpenuhi.
Mau jual kelapa tua oke, mau jual pisang oke, mau beli kebutuhan dapur oke, mau beli kebutuhan pangan macam bibit-bibitan buat ditanam ada, mau oleh-oleh gorengan asal keluarganya nggak alergi sama makanan berminyak..bungkussss, mau beli nasi pecel dan lalapan juga ada.
Bayangkan, jaraknya sudah lumayan dekat, akses mendukung, numpang ke pasar kecamatan lain, kebutuhannya masih terpenuhi pula. Kurang beruntung gimana?
Kekurangan di Pasar Sattoan
Jika mau tahu kekurangan Pasar Sattoan, sependek pengamatan saya, adalah tidak adanya lahan parkir. Setiap hari Sabtu, banyak kendaraan yang cuma dikunci setir lalu diparkir di pinggir jalan. Hal itu, tentu sedikit-banyak mengganggu dan berpotensi merugikan antar pihak.
Mengganggunya: bikin sempit kendaraan lain saat mau lewat. Sebab, meski jalan raya, jalanan Sattoan hanya muat 2 mobil ketika berpapasan. Potensi merugikan diri sendiri: niat buruk orang lain. Memarkir sembarangan, apalagi di pasar, saat orangnya sedang belanja, bisa saja motornya dipindah bahkan dicuri oleh orang lain.
Selebihnya, tetap saja, Pasar Sattoan adalah penyelamat bagi warga Pasongsongan bagian selatan dengan alasan yang sudah saya paparkan tadi.